DAKWAH DAN GERAKAN FUNDAMENTALISME KAUM WAHABI DI ARAB


PENGERTIAN DAKWAH DAN GERAKAN FUNDAMENTALISME
Oleh : Amrozi (11210110)

A.    Pengertian dakwah
Secara etimologis, kata “dakwah” berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti: panggilan, ajakan, dan seruan. Sedangkan dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah adalah bentuk dari isim masdar yang berasal dari kata kerja : دعا, يدعو, دعوة     artinya : menyeru, memanggil, mengajak.
Dalam pengertian yang integralistik dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami.    
Sedangkan ditinjau dari segi terminologi, banyak sekali perbedaan pendapat tentang definisi dakwah di kalangan para ahli, antara lain:
  1. Menurut A. Hasmy dalam bukunya Dustur Dakwah Menurut al-Qur’an, mendefinisikan dakwah yaitu: mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syariat Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah itu sendiri.
  2. Menurut Syekh Ali Mahfud. Dakwah Islam adalah memotivasi manusia agar melakukan kebaikan menurut petunjuk, menyuruh mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagian dunia dan akhirat.
  3. Menurut Amrullah Ahmad .ed., dakwah merupakan aktualisasi Imani (Teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu system manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada tataran kegiatan individual dan sosio kultural dalam rangka mengesahkan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan cara tertentu.
  4. Menurut Amin Rais, dakwah adalah gerakan simultan dalam berbagai bidang kehidupan untuk mengubah status quo agar nilai-nilai Islam memperoleh kesempatan untuk tumbuh subur demi kebahagiaan seluruh umat manusia.
  5. Menurut Farid Ma’ruf Noor, dakwah merupakan suatu perjuangan hidup untuk menegakkan dan menjunjung tinggi undang-undang Ilahi dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat sehingga ajaran Islam menjadi shibghah yang mendasari, menjiwai, dan mewarnai seluruh sikap dan tingkah laku dalam hidup dan kehidupannya.
  6. Menurut Abu Bakar Atjeh, dakwah adalah seruan kepada semua manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar, yang dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan nasehat yang baik.
  7. Menurut Toha Yahya Umar, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana ke jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan dunia akherat.
Dalam kaitannya dengan makna dakwah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan secara seksama, agar dakwah dapat dilaksanakan dengan baik.
  • Pertama, dakwah sering disalah artikan sebagai pesan yang datang dari luar. Pemahaman ini akan membawa konsekuensi kesalahlangkahan dakwah, baik dalam formulasi pendekatan atau metodologis, maupun formulasi pesan dakwahnya. Karena dakwah dianggap dari luar, maka langkah pendekatan lebih diwarnai dengan pendekatan interventif, dan para dai lebih mendudukkan diri sebagai orang asing, tidak terkait dengan apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat.
  • Kedua, dakwah sering diartikan menjadi sekadar ceramah dalam arti sempit. Kesalahan ini sebenarnya sudah sering diungkapkan, akan tetapi dalam pelaksanaannya tetap saja terjadi penciutan makna, sehingga orientasi dakwah sering pada hal-hal yang bersifat rohani saja. Istilah “dakwah pembangunan” adalah contoh yang menggambarkan seolah-olah ada dakwah yang tidak membangun atau dalam makna lain, dakwah yang pesan-pesannya penuh dengan tipuan sponsor.
  • Ketiga, masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah sering dianggap masyarakat yang vacum ataupun steril, padahal dakwah sekarang ini berhadapan dengan satu setting masyarakat dengan beragam corak dan keadaannya, dengan berbagai persoalannya, masyarakat yang serba nilai dan majemuk dalam tata kehidupannya, masyarakat yang berubah dengan cepatnya, yang mengarah pada masyarakat fungsional, masyarakat teknologis, masyarakat saintifik dan masyarakat terbuka.
  • Keempat, Sudah menjadi tugas manusia untuk menyampaikan saja (al-Ghaasyiah: 21-22), sedangkan masalah hasil akhir dari kegiatan dakwah diserahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Ia sajalah yang mampu memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada manusia, Rasulullah SAW sendiripun tidak mampu memberikan hidayahnya kepada orang yang dicintainya (al-Qashash: 56). Akan tetapi, sikap ini tidaklah berarti menafikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari kegiatan dakwah yang dilakukan. Dakwah, jika ingin berhasil dengan baik, haruslah memenuhi prinsip-prinsip manajerial yang terarah dan terpadu, dan inilah mungkin salah satu maksud hadis Nabi, “Sesungguhnya Allah sangat mencintai jika salah seorang di antara kamu beramal, amalnya itu dituntaskan.” (HR Thabrani). Karena itu, sudah tidak pada tempatnya lagi kalau kita tetap mempertahankan kegiatan dakwah yang asal-asalan.
  • Kelima, secara konseptual Allah SWT akan menjamin kemenangan hak para pendakwah, karena yang hak jelas akan mengalahkan yang bathil (al-Isra’ : 81). Akan tetapi, sering dilupakan bahwa untuk berlakunya sunatullah yang lain, yaitu kesungguhan (ar-Ra’d: 11). Hal ini berkaitan dengan erat dengan cara bagaimana dakwah tersebut dilakukan, yaitu dengan al-Hikmah, mau’idzatil hasanan, dan mujadalah billatii hiya ahsan (an-Nahl: 125).
B. Unsur-Unsur Dakwah
Yang di maksud unsur-unsur dakwah disini adalah bagian-bagian yang terkait dan satu kesatuan dalam suatu penyelenggaraan dakwah, jadi unsur-unsur dakwah tersebut adalah:
Ø  Subjek Dakwah
Dalam hal ini yang dimaksud dengan subjek dakwah adalah yang melaksanakan tugas-tugas dakwah, orang itu disebut da’i atau muballigh. Dalam aktivitasnya subjek dakwah dapat secara individu ataupun bersama-sama. Hal ini tergantung kepada besar kecilnya skala penyelenggaraan dakwah dan permasalahan-permasalahan dakwah yang akan digarapnya. Semakin luas dan kompleks-nya permasalahan dakwah yang dihadapi, tentunya besar pula penyelenggaraan dakwah dan mengingat keterbatasan subjek dakwah, baik di bidang keilmuan, pengalaman, tenaga dan biaya, maka subjek dakwah yang terorganisir akan lebih efektif daripada yang secara individu (perorangan) dalam rangka pencapaian tujuan dakwah.
Ø  Objek Dakwah
Objek dakwah adalah setiap orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi sasaran suatu kegiatan dakwah. Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap manusia tanpa membedakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna kulit, dan lain sebagainya, adalah sebagai objek dakwah. Hal ini sesuai dengan sifat keuniversalan dari agama Islam dan tugas kerisalahan Rasulullah
Ø  Materi Dakwah
Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan oleh da’i kepada objek dakwah, yakni ajaran agama Islam sebagaimana tersebut dalam al-Qur’an dan Hadits.
Ø  Metode Dakwah
Metode dakwah adalah cara-cara menyampaikan pesan kepada objek dakwah, baik itu kepada individu, kelompok maupun masyarakat agar pesan-pesan tersebut mudah diterima, diyakini dan diamalkan.34 Sebagaimana yang telah tertulis dalam al-Qur’an dalam surat an-Nahl ayat 125:

C. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah adalah mempertemukan kembali fitroh manusia dengan agama dan menyadarkan manusia supaya mengakui kebenaran islam, dan mau mengamalkan ajaran-ajaran islam sehingga menjadi orang yang baik. Menjadikan orang yang baik itu berarti menyelamatkan orang itu dari kesesatan, dari kebodohan, kemiskinan, dan dari keterbelakangan. Oleh karena itu dakwah bukan merupakan atau kegiatan mencari atau juga memperbanyak pengikut, akan tetapi mempertemukan fitroh manusia dengan islam dan menyadarkan orang yang di dakwahi tentang perlunya tauhed dan berperilaku yang baik, semakin banyak yang sadar ‘’ beriman dan berakhlaqul karimah’’ masyarakat akan semakin baik. Artinya tujuan dakwah itu bukan untuk memperbanyak pengikut, akan tetapi memperbanyak orang yang sadar akan kebenaran islam.
D.    Fundamentalisme

Fundamentalisme adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fondasi). Paham fundamentalisme keagamaan adalah paham politik yang dianut suatu negara atau pemerintahan, dimana agama dijadikan sebagai basis ideologi dan dimana agama dipakai sebagai pusat pemerintahannya dan pemimpin tertinggi negara tersebut haruslah seorang petinggi agama.
ciri yang diidentikkan dengan fundamentalisme. Garaudy misalnya, menyebutkan beberapa ciri kaum fundamentalis; menolak perubahan, intoleransi, tertutup, kekakuan madzhab, keras, tunduk kepada turâts (tradisi), kembali ke belakang, dan menentang pertumbuhan dan perkembangan.

Sebab Munculnya Kaum Fundamentalisme
Penyebab bermunculannya kaum fundamentalis diakibatkan arus globalisasi yang tidak terbendung yang tidak terfiltrasi oleh masyarakat sehingga menyebabkan lahirnya  perilaku masyarakat yang inmoral dan menyimpang dari norma-norma agama. Masuknya kebudayaan luar ke suatu daerah yang cenderung merusak tatanan hidup masyarakat yang telah terikat dengan nilai-nilai luhur religiutas. hal ini menyebabkan kekhawatiran akan  tercabutnya akar-akar tatanan sosial masyarakat madani. kaum fundamentalis muncul sebagai penyaring dan pembendung dari hancurnya norma-norma agama.




Daftar Pustaka
Dermawan, Andi, dkk, Metodologi Ilmu Dakwah, Yogyakarta: LEFSI, 2002
***

SEJARAH PERGERAKAN DAKWAH WAHABI
Oleh: Muhammad Irfan (11210155)
Pendahuluan
Dalam memahami sebuah realita, sering kali kita terjebak dalam pemahaman kebanyakan orang meskipun sebelum kita mengambil sebuah keputusan dalam menghakimi seseorang atau kelompok tertentu, kita tidak secara mendalam memahami hakekat dari apa yang kita simpulkan, sampai-sampai kita terperosok dalam tindakan yang tidak dibenarkan oleh Islam yaitu mengkafirkan seseorang / kelompok tertentu tanpa ada dasar syar’I yang diperbolehkan.
Begitulah kebanyakan orang menilai sebuah pergerakan / kelompok wahabi dengan penilaian yang negatif tanpa terlebih dahulu memahami hakekat dari pergerakan itu. Secara umum, dilihat dari segi bahasa ketika kita menyebut sebuah kelompok dengan kalimat “gerakan fundamentalisme kaum Wahabi” konteks yang akan muncul dalam otak kita adalah kesan negatif dalam menilai pergerakan tersebut.
Sebenarnya apabila kita telaah lebih mendalam, ditinjau dari segi bahasa arab, nama Wahabi sebagai penisbatan dari seseorang yang dianggap sebagai pendiri gerakan tersebut yaitu Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi adalah keliru. Seharusnya gerakan tersebut disebut “Muhammadiyah” karena dinisbatkan kepada nama beliau, yaitu Muhammad. Bukan nama ayahnya yang tidak ada sangkut pautnya dengan dakwah beliau. Mungkin karena istilah “Muhammadiyah” mengandung makna yang positif, musuh-musuh dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menggunakan julukan ini. Padahal “Al-Wahab” adalah nama Allah swt, jadi menggunakan kata “Wahabi” sebagai label keburukan sama saja melecehkan nama Asma Allah swt.[1]
Yang menjadi pertanyaan disini, benarkah apa yang menjadi pemahaman sebagian besar orang itu dapat dipertanggung jawabkan? Siapakah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab? Apakah yang dimaksud dengan Wahabi? Benarkah tuduhan kepada kaum wahabi sebagai gerakan yang keras, kasar, dan mudah mengkafirkan kaum Muslimin?


Pembahasan
Merupakan sebuah fakta yang sudah banyak dikenal bahwa pada awal abad ke-12 H atau abad ke 18 M kebejatan moral agama di dunia Islam telah mencapai titik surut terendah. Jangankan kalangan Muslim sendiri, bahkan kalangan non muslim pun merasa heran terhadap perbedaan antara umat Islam pada masa lalu dan pada masa sekarang.
Muhmmad bin Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1703 dalam suasana keluarga di Najed yang terkenal karena kealiman dan kesalehanya. Sejak kecil ia sudah menunjukkan kedeawasaan diri yang luar biasa. Pada saat menjelang akil balig ia dikenal di seluruh jazirah arab sebagai seorang alim yang cerdik. Karena reputasinya ini sudah menyebar luas, maka banyak pelajar yang dekat denganya. Masih haus akan ilmu pengetahuan yang lebih banyak lagi, Muhammad bin Abdul Wahhab bertolak ke Mekkah, Madinah, dan kemudian belajar pada guru-guru pribadinya di berbagai kota di iran.
Di masa mudanya, ia pernah mendalami secara seksama berbagai cabang aliran sufi di Iran. Namun semakin dewasa ia semakin sadar bahwa penyimpangan-penyimpangan dari tasawwuf sudah demikian berurat akar dan sudah tersebar luas. Syaikh memahami sepenuhnya bahwa pada zamanya telah kecanduan sufisme yang bagaikan obat bius telah membuat mereka terbuai dalam mimpi dan menerbangkan semangat serta vitalitas mereka. Dengan demikian Syeikh telah benar-benar melancarkan kampanye melawan kekeliruan-kekeliruan ala mistik yang bertentangan dengan ajaran Tauhid atau keesaan Tuhan. [2]
Hal terpenting  yang sangat diperhatikanya adalah masalah tauhid yang menjadi tiang agama, yang terkristalisasi dalam ungkapan la illaha illa Allah. Menurutnya, tauhid telah dirasuki berbagai hal yang hampirmenyamai syirik, seperti mengunjungi para wali, mempersembahkan hadiah dan meyakini bahwa mereka mampu mendatangkan keuntungan atau kesusahan, mengunjungi kuburan mereka, dan mengusap-usap. Seakan-akan Allah sama dengan penguasa dunia yang dapat didekati melalui para tokoh mereka, dan orang-orang dekat-Nya. Bahkan manusia telah melakukan kesyirikan apabila mereka percaya bahwa pohon kurma, pepohonan yang lain, sandal atau juru kunci makam dapat diambil berkahnya, dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh keuntungan.[3]
Setelah kembali ke daerah asalnya di Najd, penguasa daerah setempat bertambah khawatir kalau-kalau pengaruhnya akan merongrong kekuasaan mereka. Maka dariitu penguasa sebuah daerah di Najed mengirimkan surat ancaman kepada Gubernur setempat, yang berbunyi:Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab telah berbuat melawan kehendak dan kesenanganku, maka dari itu bunuhlah dia secepatnya, atau kalau tidak segala subsidi yang anda terima akan dihentikan”.
Mendengar persyaratan ini, tanpa rasa takut Syeikh mengutarakan pesanya: “pendirian yang telah saya pegang dan pesan yang saya sampaikan kepada setiap orang yang saya seru adalah; Laa ilaha illallah- tidak ada selain Allah- dan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam untuk ber-amar ma’ruf nahi munkar. Jika anda tabah, sabar dan mengindahkan pesan ini, niscaya Allah melindungi anda dalam menghadapi musuh-musuh Anda.”
Karena tidak merasa yakin, gubernur setempat memerintahkan Syeikh agar keluar dari wilayahnya, sehingga ia terpaksa berjalan kaki menelusuri padang pasir menuju tempat pengasinganya.
Selama dalam pengembaraanya itu, Syeikh disambut baik oleh Amir Muhammad Ibnu Saud, Gubernur wilayah Al-Da’iyah yang kemudian bersepakat untuk menggalang kerjasama dengan mengimplementasikan program Syeikh. Muhammad bin Abdul Wahab selama ini memang tidak puas hanya dengan berkhotbah saja, tetapi ia berkeinginan keras untuk membangun suatu Masyarakat yang kemurnian ajaran Islam yang semurni-murninya akan dijelmakan dalam kehidupan sssehari-hari. Di bawah kekuasaan amir Muhammad Ibnu Saud ini, cara hidup, keyakinan, dan karakter masyarakat menjadi berubah sama sekali. Sebelumnya mereka bahkan yang tinggal di kota-kota suci sekalipun, kebanyakan Islamnya Cuma nama, yang hanya bisa mengeja Syahadat, itupun masih salah.
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab telah membuktikan dirinya sebagai seorang mujaddid pada posisi tertinggi dan sebagai penerus sah dari imam Ahmad Ibnu Hambal dan Ibnu Taimiyah. Dalam masalah-masalah hukum (fiqih), Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab termasuk penganut setia madzhab Hambali. Namun demikian , ia sendiri tidak secara membabi buta mengikuti Imam Hambali dalam setiap urusan. Dalam tulisan-tulisanya, secara terang-terangan ia mengatakan tidak keberatan bila ada umat Islam hendak mengikuti madzhab-madzhab dari ketiga imam lainya.
Syeikh mendpat kecaman pahit dari banyak pihak. Musuh-musuhnya berupaya meyakinkan masyarakat bahwa apa yang diajarkan Syeikh itu merupakan agama baru yang berada di luar kemurnian ajaran Islam ortodok. Mereka menuduh Syeikh telah menciptakan sekte baru dan telah mengkafrkan mereka yang tak mau mengakui kepemimpinanya. Tak ada satupundari tuduhan-tuduhan tersebut yang mengandung kebenaran, namun musuh-musuhnya itu mampu meyakinkan khalayak tntang kepalsuan-kepalsuan ini dengan terus mencap atau menjuluki para pengikutnya dengan golongan wahabi.
Setelah kemangkatan Amur bin Abdul Aziz, putranya menggantikan beliau sebagai raja. Tetapi sangat disayangkan, karena kurang memiliki kecakapan dalam memimpin negara dan berdiplomasi, raja yang baru ini malah dihasut oleh para pengikut Syaikh ke arah permusuhan sengit terhadap pemerintah Turki. Seandainya amir cukup bijaksana, seharusnya ia mampu menghindari pertumpahan darah yang tak perlu antar sesama umat Islam ini, tetapi karena para pengikutnya menuntut kekuasaan politik yang absolut bagi diri mereka dan memeberontak terhadap kekuasaan Turki yang sah, maka sebutan pergerakan Wahabi saja sudah mampu menimbulkan kebencian pada bangsa Turki hingga kini.
Kesalahan fatal ini menimbulkan kemurkaan Muhammad Ali, seorang bangsa Albania yang ketika itu memeririntah Mesir, terhadap para pengikut Syeikh. Terdorong oleh niat untuk menindas segala gerak langkah pargerakan wahabi ini, pasukan Muhammad Ali menyerbu Arabia dan seusai pertempuran sengit tahun 1814 di dekat thaif, pasukan Wahabi menderita kekalahan amat telak. Tak kurang dari lima ribu tentara wahabi tewas dibantai. Timbunan mayat berserakan di saentaro kota. Setelah peristiwa itu muncul kekejian-kekejian berikutnya. Semua tokoh Wahabi ditangkap lalu dieksekusi di muka umum, anjing-anjing kurap dibiarkan menggayang mayat-mayat mereka, setiap kota yang dilalui pasukan yang menang perang ini dirampok. Pohon-pohon kurma ditumbangkan, semua hasil panen serta serta ternak diporak-porandakan dan semua perkampungan dibumihanguskan. Orang tua, orang sakit, wanita, dan anak-anak tak berdosa dibantai tanpa kenal belas kasihan.
Tentu saja pemerintah inggris yang tengah merasa kecut menghadapi kebangkitan Islam, bersorak-sorak gembira mendengar tingkah polah Muhammad Ali dan Ibrahim, putranya. Inggris lalu mengirimkan delegasi khusus dari India di bawah pimpinan Kapten George Forester Soldier untuk mengucapkan selamat atas kemenangan mereka.
Pada tahun 1900 seorang misionaris Kristen, Samuel Zwemer, menulis: “Pergerakan Wahabi ini berakhir dengan tercela, ditinjau dari segi politik ia ternyata tidak berarti apa-apa, malah hanya menjadi bulan-bulanan. Kekuasaan keluarga Saud kini mesti dianggap hanya sebagai kisah masa lalu di Arabia.”
Namun demikian,ramalan-ramalan pesimistis ini ternyata sama sekali keliru ketika tidak sampai seperempat abad kemudian Sultan Abdul Aziz Ibnu Saud, semata-mata dengan hanya mengandalkan upayanya sendiri, menaklukan sebagian besar dari Jazirah Arab. Pada mulanya tidak hanya bangsa-bangsa arab yang berada di bawah kekuasaanya saja, tetapi umat Islam di seluruh dunia pun mengaharapkan kehadiranya untuk mendukung kebangkitan umat Islam secara universal. Namun harapan tersebut hanyalah tinggal harapan setelah ia memproklamirkan negara kerajaan, maka menjadi jelas bahwa bagi Raja Abdul Aziz, semangat keagamaan dari pergerakan wahabi ini hanyalah merupakan alat pelengkap bagi kekuasaan pribadinya.
Raja Ibnu Saudlah yang memeberikan pukulan mematikan bagi pergerakan si Saudi Arabia itu ketika pada tahun 1932 ia mengabulkan permintaan sebuah perusahaan dagang Amerika raksasa untuk diizinkan mencari sumber ladang minyak. Seandainya saja raja benar-benar bersemangat untuk mencpai keberhasilan cita-cita Islam,niscaya ia akan menyadari bahwa dengan menolak konsesi-konsesi minyak Amerika ini berarti akan dapat mencegah, paling tidak menunda selama beberapa dasawarsa, infiltrasi pengaruh Barat yang berbahaya bagi kerajaanya. Namun tragisnya, perjuangan ke arah tercapainya kejayaan tatanan masyarakat Islam ini benar-benar menjadi kandas akibat kerakusanya terhadap harta.
Pandangan golongan puritan pada periode wahabi benar-benar berakhir pada saat bangsa Amerika menemukan minyak dalam jumlah komersial. Sejak tahun 1912 selama tigapuluh tahun berturut-turut seluruh tata kehidupan dan aktivitas kenegaraan diatur secara ketat oleh sanksi-sanksi agama. Selama jam-jam tertentu, untuk melaksanakan shalat semua kegiatan perdagangan dihentikan, pintu-pintu gerbang keluar masuk ibu kota ditutup dan semua penduduk pria berduyun-duyun ke masjid. Namun sekarang itu semua telah berubah. Minyak telah menimbulkan suatu dampak ganda pada tatanan kehidupan sosial ekonomi Arabia.
Kendati pun pergerakan Muhammad bin Abdul Wahab ini secara murni politis hanya terbatas pada jazirah Arabia, namun secara spiritual pengaruhnya menyebar ke seantero dunia Islam. Pada akhirnya contoh pergerakan tersebut mengilhami al-ikhwan al-muslimin. Pada pundak generasi penerus para mujaddid seperti Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab ini, terpikul beban tanggung jawab tidak hanya kebangkitan Islam tetapi juga kelangsungan hidup Islam.[4]

Penutup
Demikianlah kiranya sejarah sepak terjang Muhammad bin Abdul Wahab dalam misi dakwahnya sehingga hingga kini masih dikenal di seluruh dunia. Banyak orang yang mencela dakwah beliau dengan memberikan julukan kepada kelompoknya dengan sebutan “Wahabi”, namun banyak juga dikalangan ulama atau profesor modern saat ini yang memuji misi dakwah beliau.
Setelah kita mengetahui sejarah dakwah beliau, maka sudah sebaiknya kita merenungkan kembali ketika kita menilai seseorang atau sebuah pergerakan apapun tanpa terlebih dahulu mengetahui sejarah yang sebenarnya.

Daftar Pustaka
Jamilah, Maryam, Para Mujahid Agung. Bandung: Mizan, 1993.
Amin, Husayn  A, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya, 1995.
Majalah An-Najah, edisi 78, Wahabi Dijilat, Wahabi Dihujat. Surakarta: PT Pena Ummah, Maret 2012.
***

METODE DAKWAH GERAKAN FUNDAMENTALISME WAHABI
Oleh : Faizal Difa Ramadhan Putra (11210069)

Sesungguhnya Salafi Wahabi bukanlah ajaran baru, tetapi memang benar Salafi Wahabi adalah ajaran lama yang kembali ditajdid oleh sang Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, sejak dulu telah ada ajaran seperti ini, bahkan dahulu lebih extrem dan lebih gila dari sekarang, dahulu ajaran ini adalah ajaran Musyabbihah Mujassimah, dan telah ditumpas habis oleh para Imam Ahlus Sunnah Waljama’ah, dan tersisalah fatwa-fatwa ulama tentang kesesatan Musyabbihah Mujassimah dalam kitab-kitab mereka, lalu kemudian sedikit demi sedikit kembali muncul lagi lewat kontroversi Syaikh Ibnu Taymiyah, dan diteruskan secara besar-besaran oleh sang pembaharu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab at-Tamimi an-Najdi, ajaran Musyabbihah yang telah lama tenggelam kembali muncul lagi dengan wajah baru, gaya baru dan nama baru dan istilah-istilah baru agar terhindar dari fatwa-fatwa Ulama yang telah tersimpan dalam maktabah seluruh dunia, ajaran Musyabbihah baru ini bernama Wahabi atau Salafi, mereka kembali menegakkan Tauhid Musyabbihah dengan menggunakan atribut-atribut Salaf, mengibarkankan bendera Tauhid, mengatas-namakan Imam Madzhab, dan atas nama Al-Quran dan As-Sunnah, dan tertipulah orang-orang yang mudah terlena dengan gaya dan penampilan luar saja.
Setelah sekian lama meninggalkan Najd, Ibnu Abdul Wahhab kembali lagi ke daerah tersebut tepatnya di kota Huraimala pada pertengahan abad 12 Hijriah, pada saat itu ayahnya menjadi Qodli (hakim-red) di kota tersebut. Selama ayahnya menjadi Qodli, Ibnu Abdul Wahhab ikut membantu dengan mengajar dan berdakwah di tengah-tengah masyarakat. Namun ayahnya sendiri melarangnya terlalu keras berdakwah, melihat penduduk kota tersebut banyak yang tidak sepaham dengan Ibnu Abdul Wahhab. Akhirnya dia lebih benyak menulis disamping aktifitasnya sebagai pengajar.
Setelah ayahnya wafat pada tahun 1153 H., karena alasan keamanan, Ibnu Abdul Wahhab meninggalkan Huraimala menuju tempat asalnya, Uyainah.
Di kota ini, dakwah Ibnu Abdul Wahhab mulai menampakkan kesuksesan. Dia diterima dengan baik oleh penguasa kota setempat, Utsman bin Nashor bin Ma'mar. Dalam sambutanya kepada Ibnu Abdul Whahab, Utsman berkata, "Lanjutkanlah dakwah anda, kami mendukung dan berada di belakang anda." Dengan mendapat jaminan keamanan dan bantuan dari penguasa setempat, Ibnu Abdul Wahhab lebih giat menjalankan aktifitas keseharianya sebagai seorang pengajar dan da'i. Dan dia memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan dakwahnya pada kehidupan realita masyarakat.
Sampai pada suatu ketika, Ibnu Abdul Wahhab berbincang kepada Utsman, "Biarkan kami merobohkan kubah kuburan Zaid bin Khottob ra. , bangunan itu tidak sesuai dengan hudalloh, dan sesungguhnya Allah SWT tidak meridloinya. Rasul SAW. juga melarang mendirikan bangunan di atas kuburan, dan menjadikanya sebagai masjid. Kubah itu telah menyebarkan fitnah di tengah-tengah masyarakat dan memelencengkan aqidah mereka. Dan tanpa sadar mereka telah berbuat syirik. Kita harus merobohkan kubah itu." Dengan tegas Utsman memberi lampu hijau kepada Ibnu Abdul Wahhab, "Tidak akan ada yang melarang anda menghancurkan kubah itu.", "Tapi saya khawatir penduduk Jubailah –desa tempat makam Zaid bin Khottob- marah dan menyerang." Timpal Ibnu Abdul Wahhab. Akhirnya, Utsman berangkat beserta sekitar 600 perajurit untuk mendampingi Ibnu Abdul Wahhab menghancurkan kubah makam Zaid bin Khottob. Sesuai dengan prediksi sebelumnya, penduduk setempat mengahalang-halangi usaha tersebut, namun mereka akhirnya mundur teratur setelah melihat prajurit pemerintah yang menyertai Ibnu Abdul Wahhab .
Selain kubah makam Zaid, dengan bantuan penguasa juga, Ibnu Abdul Wahhab mengahancurkan tempat-tempat yang dianggap keramat oleh penduduk Uyainah. Dan dengan alasan menegakkan Syari'at sesuai dengan ajaran ulama Salaf –menurut pemahaman Ibnu Abdul Wahhab-, ia menjatuhkan hukum rajam kepada seorang wanita bersuami yang telah berkali-kali mengaku berzina.
Sepak terjang ibnu Abdul Wahhab ini menggegerkan masyarakat dan para pemimpin daerah di sekitar tempat tinggalnya. Sebagian kalangan mendukung, namun tidak sedikit yang menentangnya, termasuk di antara penguasa daerah yang menentang ialah Sulaiman bin Mohammad bin Ghorir, pejabat kota Ihsâ.
Dalam suratnya yang dikirim kepada Utsman bin Ma'mar –kepala pemerintahan Uyainah-, ia mengancam tidak akan menyetorkan pajak tahunan kepada Utsman jika Ibnu Abdul Wahhab tidak diusir dari wilayah Uyainah. Ibnu Abdul Wahhab akhirnya terusir dari kota Uyainah, dia kemudian meneruskan dakwahnya di wilayah Dir'iyah, dipilihnya wilayah tersebut karena berbagai faktor, antara lain, jarak perjalanan yang tidak terlalu jauh dari Uyainah, serta penguasanya yang terkenal baik dan tidak tertekan di bawah kekuasaan penguasa wilayah lain.
Pilihan Ibnu Abdul Wahhab pindah ke Dir'iyah sangatlah tepat untuk mengembangkan dakwahnya, penguasa wilayah tersebut, Muhammad bin Sa'ud menerimanya dengan tangan terbuka dan bahkan berjanji melindunginya seperti melindungi keluarga sendiri. Kata Ibnu Sa'ud saat menyambut Ibnu Abdul Wahhab, "Di sini (Dir'iyah), semoga anda menemukan tempat yang lebih baik dari sebelumnya dan mendapatkan kemulian serta kebahagian." Sebaliknya, Ibnu Abdul Wahhab mendoakan Ibnu Sa'ud, "Dan semoga anda mendapat kemuliaan, kemenangan dan pertolongan. Aku datang dengan membawa ajaran Tauhid seperti yang diajarkan oleh para Rosul, barang siapa berpegang teguh denganya, mengamalkan serta menolong penyebaranya, dia akan menguasai seluruh negara dan penduduknya. Anda sendiri melihat seluruh penjuru Najd telah dipenuhi dengan praktek syirik, kebodohan, perpecahan dan peperangan di antara sesama ummat, saya berharap semoga anda dan keturunan anda menjadi pemimpin yang dapat menyatukan mereka." Demikian temu muka itu terjadi yang kemudian terkenal disebut dengan Ittifâq al-Dir'iyah (Pertemuan Dir'iyah), tepatnya pada tahun 1157 H./1744 M. Detik-detik itu menjadi saat yang bersejarah bagi perkembangan dakwah Ibnu Abdul Wahhab di sekitar wilayah Najd dan seantreo Jazirah Arabia pada umumnya.
Pada frase selanjutnya, Ibnu Abdul Wahhab tidak hanya berdakwah di dalam wilayah Dir'iyah saja, bahkan ia menyebarkan dakwahnya ke luar kota dengan mengirimkan surat ke berbagai tempat dan melakukan dialog dengan para ulama di saat musim Haji. Dan dengan dukungan dari penguasa Dir'iyah, ia juga mengangkat senjata melawan orang-orang yang menentang dakwahnya.
Setelah kematian Ibnu Abdul Wahhab, dakwah Wahabiyah / Wahhabiyyah kemudian diteruskan oleh keturunannya dan tetap mendapat bantuan dari keturuan Mohammad bin Sa'ud sebagai pihak penguasa.

E. Ajarannya
Telah dimaklumi, bahwa gerakan Wahabiyah mendobrak masalah yang dianggap takhayyul, bid'ah, berbau mistik, dan khurafat. Wahabi menguasai Makkah dan Madinah dengan berbagai cara, termasuk kekerasan melalui peperangan. Banyak ulama yang menjadi korban. Kalau dibaca dari buku-buku sejarah Arab modern, memang para pengikut Wahabi memakai cara-cara yang disebut dengan istilah ‘Badui-Wahabi’, yakni cara-cara barbar, kekerasan, dan agresif. Seperti di Indonesia juga ada penghancuran kuburan dan diratakan dengan tanah. Karena menurut keyakinan mereka, itu sesat, bid’ah, dan syrik.
Mungkin memang sebagian umat Islam ada yang merasakan arogansi dari kalangan pendukung dakwah wahabiyah ini. Hal itu mungkin disebabkan oleh beberapa hal berikut:
1. Syeikh Abdul Wahhab dan Penguasa
Sebagaimana kita ketahui, di jazirah Arabia, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkolaborasi dengan penguasa. Maka lewat tangan penguasa, beliau melancarkan dakwahnya. Dan ciri khas penguasa, segala sesuatu ditegakkan dengan kekuasaan. Karena penguasa pegang harta, wewenang dan hukum, maka wajar bila pendekatannya lebih bersifat vonis dan punnishment.
Inilah barangkali yang unik dari dakwah wahabi dibandingkan dengan dakwah lainnya yang justru biasanya ditindas oleh penguasa.
2. Fenomena Kultur Masyarakat
Barangkali gaya yang lugas, kalimat yang menukik, vonis dan kecaman kepada para penyeleweng memang tepat untuk kultur masyarakat tertentu. Misalnya kultur masyarakat padang pasir di jazirah arab yang memang keras. Akan tetapi, ketika metode seperti ini masuk ke Negara lain mungkin sangat tidak cocok, apalagi ke Negara-negara Asia, khususnya Negara Indonesia, apalagi islam masuk ke Indonesia dengan yang halus dan lembut tanpa ada pertumpahan darah.
Kalau dakwah hanya menghimbau dan merayu, mungkin dianggap kurang efektif dan tidak mengalami perubahan yang berarti. Maka ketika pendekatan yang agak 'keras' dirasakan cukup efektif, jadilah pendekatan ini yang terbiasa dibawakan.

Sayangnya, ketika masuk ke negeri lain yang kultur masyarakatnya tidak sejalan, metode pendekatan ini seringkali menimbulkan kesan 'arogan'. Dan rasanya, memang itulah yang selama ini terjadi.
3. Aqidah Wahabiyah
Akidah-akidah yang pokok dari aliran wahabi pada hakikatnya tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Ibnu Taymiyah. Perbedaannya, dalam cara melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu. Akidah-akidahnya dapat disimpulkan dalam dua bidang, yaitu bidang tauhid( pengesaan) dan bidang bid'ah.
***

PRO KONTRA TERHADAP GERAKAN FUNDAMENTALISME WAHABI
DALAM DAKWAH SERTA DAMPAKNYA
Oleh Muhammad akbar satriawan (11210008)

Dewasa ini, kita dapat melihat perdebatan sengit terhadap eksestensi gerakan fundamentalisme Wahabi yang terjadi di antara semua kalangan umat Muslim. Padahal jika kita melihat eksistensi gerakan fundamentalisme Wahabi di Arab,maka kita akan menemukan pengaruh yang sangat besar yang timbul dari keberadaan gerakan tersebut terhadap umat di daerah tersebut.
Hadirnya gerakan Wahabi yang notabenya sebagai gerakan pemurnian Islam ternyata memberikan pemikiran yang sederhana namun relefan dengan keadaan umat. Yang menarik dari gerakan ini, adalah kemunculannya yang sama sekali tidak tersentuh oleh modernisme barat. Tema-tema revormasi yang di bawa oleh gerakan Wahabi mengajak untuk kembali kepada ajaran Islam zaman klasik sederhana yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunah dengan argumen sebagai jalan untuk membuka pintu Ijtihad serta pemberantasan Bid’ah yang didasari dengan sebuah konsep pengembalian ajaran Islam menuju ajaran Islam asli.
Semenjak layar Islam berkembang, Muhammad bin Abdul wahab merupakan salah satu dari 9 mujahid Islam yang telah mengembalikan agama tersebut pada citranya yang asli dan telah menempati posisi cukup tenar jika dilihat dari sisi perjuangan dan pengaruh gerakan ini terhadap Islam.
Derakan Wahabi ini merupakan gerakan yang sangat berpengaruh terhadap dunia Islam. Semua pengaruh yang timbul tersebut tak lepas dari adanya jalinan kerjasama yang baik dan harmonis antara syikh Muhammad bin Abdul wahab dengan penguasa najeb dari Dar’iyah yaitu Amir ibnu Sa’ud (bapak pendiri kerajaan Saudi) yang sangat berjasa besar terhadap keberadaan gerakan Wahabi sebab tanpa bantuan mereka gerakan Wahabi tidak dapat berkembang mengingat musuh gerakan Wahabi tersebut adalah Jumhur (publik) yang kompak dengan sultan dan kholifah dari Turki sedangkan sasaran pembaharuannya ( pentajdidannya ) adalah hal yang paling sensitif dan fundamentalis yaitu aspek Aqidah yang didalamnya terdapat pokok-pokok inti dari ajaran Islam yakni ahlak dan keimanan sekaligus ketauhidan kepada Allah SWT.
Masyarakat Islam yang hidup dalam kurun waktu modern ini, sudah mulai terbuka fikirannya dan secara perlahan-lahan mereka cendrung meninggalkan fanatisme dan dogmatisme yang secara alamiah menuntut mereka meninggalkan hal tersebut.
Berhasilnya dinasti saudiyah menciptakan negeri mereka sebagai negara petro dollar terkaya di dunia,dapat menarik perhatian dunia inter nasional terhadap kerajaan Wahabiah saudiyah dengan penuh kekaguman. Mereka membantu dunia internasional dan mendirikan perguruan tinggi serta memberikan biasiswa kepada berribu-ribu mahasiswa sekaligus mendirikan organisasi-organisasi.
Berdirinya gerakan Wahabi di Arab saudi tentunya menuai pro dan kontra yang berkaitan dengan konsep pemikiran fundamentalis yang di usung oleh mereka yakni mengembalikan umat Islam kepada ajaran Islam yang asli seperti halnya di zaman rasulullah. Para ulama non Wahabi banyak ia mengatakan “ mereka memberikan penilain yang negatif terhadap gerakan tersebut dengan memberinya julukan seperti gerakan militan,gerakan ekstrim,idiologi teroris,neo khawarij sampai gerakan sesat.
Semua julukan tersebut berasal dari pendapat para ulama non Wahabi yang menentang gerakan tersebut. Berikut akan di paparkan beberapa pendapat ulama suni kontemporer non Wahabi yang menentang gerakan tersebut  yakni sebagai berikut:
• Dr. Ali jumah, mufti Mesir mengatakan bahwa Wahabi adalah gerakan militan dan teror
• .DR. Yusuf Qordowi seorang intelektual produktif dan ahli fiqih  terkenal asal Mesir mengatakan bahwa  Wahabi adalah gerakan fanatik buta yang menganggap derinya paling benar tanpa salah dan menganggap yang lain selalu salah tanpa kebenaran sedikit pun. Menurut Qordowi,gerakan Wahabi di Gaza lebih suka memerangi sesama Muslim dari pada Yahudi.
• Dr. Wahba Az-Zuhayli, mufti Suriah dan ahli fiqih produktif menulis magnum opus ensiklopedi fiqih 14 jilid yang berjudul Al Muwsuatul fiqih Al Islami. Az-zuhayli mengatakan seputar Wahabi yang mengkafirkan jamaah tabligh ia mengatakan “gerakan Wahabi suka mengakafirkan mayoritas Muslim selain dirinya sendiri”.
• Kh. Agil siroj, ketua PBNU di berbagai  kesempatan seperti dalam artikel yang ditulisnya, wawancara tv dan seminar mengatakan bahwa terorisme modern berasal dari idiologi Wahabi.
• Syakh Hisyam kabbani ketua tariqah Naksabandi dunia mengatakan bahwa Wahabi merupakan gerakan neo kawarij yakni alaran keras yang menghalalkan darah sesama Muslim dan terlibat dalam pembunuhan khalifah ke tiga Ustman bin afan.
Semua pendapat ulama suni kontemporer di atas,merupakan sebuah penilaian mereka yang subjektif terhadap gerakan fundamentalisme Wahabi yang hendak memurnikan kembali ajaran Islam dengan konsep tauhid serta aqidah yang mereka bawakan. Jika sebuah gerakan muncul dengan membawa pemahaman yang berbeda dengan apa yang telah di pahami oleh masyarakat umum,maka gerakan tersebut akan diklaim sebagai gerakan yang sesat. Muhammad bin Abdul Wahab memulai dakwahnya  Di Uyainah setelah naik haji dan belajar di Makkah-Madinah kemudian Di Bashrah sambil menuntut Ilmu dan   di sini mulai banyak mendapat penentangan dari kelompok-kelompok yang menentang ajaran dakwah yang dibawakan oleh beliau lalu beliau hijrah beberapa kali dari mulai ke Az-Zubair,Al Ahssa hingga ahrinya sampai ke haryamla telah menyandang gelar Ustadz. Dan ahirnya ia dipanggil kembali oleh Amir Uyainah (Utsman bin Ma’mar) untuk tinggal di Uyainah .
Kemudian pada tahun 1155 H ia menetap di Uyainah untuk gerakan dakwah yang serius dengan dukungan Amir “Tegakkanlah dakwah di jalan Allah dan kami senantiasa akan membantumu” kerna itulah dakwah Muhammad bin Abdul wahab semakin berkembang hingga kemudian usaha dakwahnya mendapat respon positif dari penduduk Uyainah sampai ahirnya keinginan untuk memperdalam Islam pun muncul di benak masyarakat dan keadaan yang muncul adalah seperti layaknya pesantren, para murid berdatangan untuk bergur ukepada Muhammad bin Abdul wahab sehingga usahanya untuk mengembalikan kemurnian aqidah umat Islam pun menemukan titik terang hal ini semangkin didukung dengan dengan ijin Amir dan bibantu bala tentara, menghancurkan kubah Zaid bin Khathab, yang dianggap sebagai tempat syirik.Permasalahan syirik
Menegakkan berbagai hukum had, seperti cambuk, dan sebagainya. (mendapat reaksi dari Amir Ahsaa’ (Sulaiman al Khalidi); memerintah Amir Uyainah agar Muhammad binAbdul Wahhab di bunuh) kemudian ia pindah ke Dar’iyyah dan ia pun mendapat sambutan dari penduduk serta mendapat dukungan dari Amir Dar’iyyah bin Sa’ud, dan bekerjasama saling membutuhkan (adanya saling ketergantungan antara agama dan politik hingga nantinya melahirkan Saudi Arabia) . Semenjak negara Saudi arabiyah terlahir maka terjadilah kerjasama antara Ulama dan Umara yang di sebabkan karna adanya dua latar belakang yang berbeda menyatu yakni seorang raja dan ulama. Dari sinilah dakwah Wahabi semakin berkembang dan juga memperoleh banyak sekali dukungan baik moril dan materil dari bangsa Arab sekaligus rajanya pada waktu itu.   Jika kita melihat kembali uraian di atas mengenai para ulama suni non Wahabi yang berpendapat bahabi adalah gerakan militan,idiologi teroris,neo khawarij bahkan sampai menjulukinya sebagai gerakan yang sesat,ternyata dalam realitanya bertentangan dengan dakwah gerakan Wahabi yang sesungguhnya pada kenyataannya dakwah Wahabi adalah meliputi 2 perkara yaitu
1.         Tauhid yang meliputi dakwah tauhid yakni mengembalikan keyakinan umat Muslim yang telah tercemar oleh kemusyrikan agar kembali pada ketauhidan yang murni yaitu kepada Allah SWT dan dakwah salafi yang mengajak untuk kembali pada ajaran Islam klasik seperti pada zaman rasulullah.
2.         Aqidah yang bersih yakni meliputi 2 perkara yaitu memisahkan antara Iman dan kemaksiatan hal ini merupakan kebalikan dari kaum Khawarij yang namanya di pakai sebagai julukan negatif Oleh ulama suni non Wahabi yang menentang gerakan Wahabi tersebut. Selain itu gerakan Wahabi juga merupakan gerakan anti bid’ah yang jelas-jelas bisa mengantarkan kepada api neraka sekaligus membuat kerugian bagi pelakunya.
Jika kita menelaah lebih dalam lagi,akan kita temukan sebuah faktor yang juga sengat mempengaruhi munculnya tanggapan negatif terhadap gerakan Wahabiyah mengingat gerakan tersebut mendapatkan dukungan dari raja Arab saudi yang sekaligus bekerja sama dengan Muhammad bin Abdul wahab sebagai pendiri gerakan tersebut. Sebagaimana yang telah di kemukakan syaikh Nasrudin Al-Albani ketika di tanya tentang gerakan Wahabiyah,beliau menjawab “Pada hakikatnya pertanyaan ini, sangat disayangkan, sangat mengakar dan mempengaruhi kaum muslimin. Adapun iklim yang telah menunjang tumbuhnya opini seperti ini dahulu adalah faktor politik, namun masa bagi faktor tersebut telah lama berlalu dan berakhir. Sebab, ia hanyalah manufer politik yang sengaja dilancarkan oleh daulah Attaturk (kerajaan Turki) tanpa landasan sama sekali, tapi sekedar mengalihkan perhatian Politik tersebut diciptakan oleh daulah attaturk pada saat munculnya seorang ahli ilmu dan tokoh pembaharu yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab, yang berasal dari bagian negeri Najed. Tokoh tersebut mengajak orang-orang disekitarnya kepada keikhlasan, beribadah kepada Allah semata tanpa menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Di antara fenomena kesyirikan itu, sangat disayangkan, masih saja ditemukan di sebagian negeri Islam, berbeda dengan negeri tempat munculnya sang pembaharu Muhammad bin Abdul Wahhab. Negeri tersebut hingga saat ini, Alhamdulillah, tidak ditemukan padanya salah satu jenis syirik. Sementara fenomena syirik demikian marak di sebagian besar negeri Islam yang lain, Sebagai contoh, figur Khomaini dan saat meninggalnya serta pengumuman penunjukan makan beliau sebagai Ka’bah (tempat menunaikan haji) bagi penduduk Iran, ini merupakan bukti nyata dan berita tentang hal ini masih hangat bagi kalian. Sang tokoh, Muhammad bin Abdul Wahhab, ketika naik ke permukaan dalam rangka berdakwah untuk beribadah hanya kepada Allah, sangat bertepatan dengan hikmah yang dikehendaki Allah. Pada saat itu, di negeri tersebut terdapat seorang pemimpin di antara sekian pemimpin negeri Najed,beliau adalah Su’ud leluhur keluarga yang saat ini sedang memerintah Saudi. Sementara itu perlu diketahui bahwa saat itu negeri Najed serta wilayah sekitarnya seperti Irak, Yordan, dan wilayah-wilayah lain berada di bawah kekuasaan Attaturk sebagai khilafah turun-temurun. Kemudian tokoh ini dengan ilmunya serta pemimpin tersebut dengan kepemimpinannya mulai populer. Dari sini, penguasa Attaturk merasa khawatir jika muncul di dunia Islam satu kekuatan yang mampun menyaingi kekuasaan Daulah Attaturk. Maka, mereka berkehendak membabat habis dakwah ini sebelum sempat beranjak dari negeri kelahirannya. Hal itu mereka tempuh dengan cara menggencarkan propaganda bohong mengenai dakwah gerakan Wahabiyah tersebut.”.         Sungguh menarik rasanya jika mendengar alasan kelompok yang kontra terhadap gerakan fundamentalisme Wahabi yang sama sekali bersebrangan dengan realita yang bahwa syaikh Muhammad bin Abdul wahab dan gerakan fundamentalismenya berusaha untuk membawa kaum Muslim pada ajaran Islam yang sebenarnya. Namun dibalik pertentangan itu semua,dakwah Wahabi justru membawa dampak positif bagi bangsa arab yakni kemurnian aqidah dan keamanan beribadah dinegri mereka sendiri.
Nama Wabiyah yang di pakai oleh kelompok pemberi julukan gerakan fundamentalisme yang dibawa oleh syaikh Muhammad bin Abdul wahab merupakan sebuah nama yang diambil dari sifat-sifat Allah yang maha agung ( Asma’ulhuna). Hal ini juga dikatakan oleh syaikh Albani “Kalau saja manusia mau memikirkan apa yang akan mereka katakan, niscaya pemberian cap ini saja sudah cukup membuktikan kesalahan mereka dalam menyikapi dakwah ini. Sebab kata Wahabiyah bila ditelusuri merupakan pecahan dari kata dasar Wahab
Lalu siapakah Al-Wahab itu ? tidak lain adalah Allah Tabaraka Wata’ala.”. Dengan demikian hendaknya kelompok yang menyalahkan den mengecap negatif gerakan fundamentalisme Wahabi ini kerna pada realitanya keadaan di arab saudi yang menjadi pusat pergerakan Wahabi ini berada dalam keadaan yang aman dan tentram serta tetap berada pada Aqidah yang lurus juga bertauhid kepada Allah dan mencintai sekaligus mengimani Rasulullah Saw  sebagaimana mestinya.
Dari realita inilah tampak jelas keberhasilan dakwah Wahabiyah yang berusaha untuk memperjuangkan dakwah ini yang berisikan risalah Islam yang beerisikan seruan untuk menyembah Allah dan mentaati rasulnya. Hal ini tidak mudah karna Jika kita menapak tilas pada perjuangan dakwah Nabi muhammad,hal yang samapun terjadi karana Islam itu asing dan akan selamanya asing.

Daftar Pustaka
Materi kuliah sejarah dakwah 2011
mReprensi makalah.com
WordPress.com
***

IBRAH (HIKMAH) DARI PERGERAKAN FUNDAMENTALISME WAHABI DI ARAB
Oleh : Achmad Mujahid Syayyaf (11210047)

Pergerakan dakwah yang dilakukan Muhammad bin abdu Wahhab yang mana guna memurnikan ajaran-ajaran Islam di Arab adalah suatu langkah yang berani dan tegas. Yang dimana ada banyak penyimpangan-penyimpangan dan bid’ah-bid’ah yang terjadi dikalangan masyarakat. Ada banyak hikmah yang dapat diambil dari keberanian seorang Muhammad bin Abdul Wahab seorang da’i yang  tegas dan dapat menjadi teladan bagi para da’i atas keberaniannya di dalam memurnikan ajaran Islam.
            Adapun Ibrah (hikmah) yang dapat kita ambil dalam perjalanan dakwah muhammad bin Abdul Wahab antara lain:
A. Sampaikanlah kebenaran walaupun itu pahit.
Rasulullah SAW bersabda:
“Qulil haq walau kana muron”
“Katakanlah yangbenar meskipun itu pahit”
            Jadi dalam menyampaikan kalimat kebenaran seharusnya para aktivis dakwah pantang terhadap yang namanya takut terhadap celaan, hinaan dan lain-lain. Karena itu merupakan konsekuensi yang memang harus di ambil dan tidak bisa menghindarnya. Sebagai contoh :
1. Seperti halnya dengan apa yag sudah dilakukan oleh Muhammad bin abdul Wahab yang dimana beliau mencoba meluruskan aqidah masyarakat yang sudah banyak penyimpangan. Beliau merusak kuburan2 yang menjadi lahan untuk meyembah. Namun setelah itu apa konsekuensi yang harus diterima oleh Muhammad bin Abdul Wahab? Beliau dianggap telah membawa agama baru dan akan dibunuh oleh Amir Uyainah. Mereka menuduh Muhammad bin Abddul wahab  tlah menciptakan sekte baru dan telah mengkafirkan mereka yang tak mau mengakuai kepemimpinannya. Tak ada satupun dari tuduhan-tuduhan tersebut yang mengandung kebenaran, namun musuh-musuhnya itu mampu meyakinkan khalayak tentang kepalsuan-kepalsuan ini denagn terus-menerus mencap atau menjuluki para pengikutnya sebagai golongan “Wahabi”.
2. Contoh lainnya adalah dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ke Tha’if, yang dimana beliau mendapat pertentangan keras baik cacian, makian sampai-sampai dilempari batu oleh masyarakat Tha’if. Sehingga kaki beliau berlumuran darah. Namun hal itu tidak menjadi penghambat semangat beliau didalam menyampaikan kalimat kebenaran ini.
            Dua contoh tersebut mungkin cukup untuk menjadi cerminan kita, ketika hendak menyebarkan kalimat kebenaran. Karena didalam berdakwah hendaknya kita harus bersabar dan menyerahkan semuanya itu karena Allah karena tugas kita hanyalah manyampaikan apa yang sudah perintah Allah dan tuntunan Rasulullah. Namun kalau kita melihat ke zaman sekarang, budaya tersebut sudah mulai luntur dikarenakan ada beberapa faktor diantaranya: kurang rasa percaya diri, masih tersimpan rasa takut karena hinaan, cacian, makian, tidak ada rasa peduli terhadapa dakwah, dan lain-lain.

B. Didalam berdakwah janganlah menggunakan kekerasan
            Di dalam menyebarkan agama ini (Islam) hendaknya tidak menggunakan kekerasan dikarenakan hal itu malah akan memperburuk citra Islam, yang sesungguhnya Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin menjadi agama yang penuh dengan kekerasan sehingga orang yang non Islam dan Islam menjadi takut sendiri. Hal inilah yang menjadi catatan hitam di dunia Islam. Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian persauadaraan antar sesama. Hanya saja ada segelintir orang yang beranggapan bahwa kekerasan yang dilakukan demi kepentingan Agama. Sebagai contoh, dakwah yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab ini. Sesungguhnya di dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bagaimana cara berdakwah yang baik:
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
125. serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

[845] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

            Ayat di atas sudah menjelaskan bahwa di dalam menyebarkan kalimat kebenaran hendaknya menggunakan cara-cara yang baik, dijelaskan dalam tafsir Jalalain mengenai hal QS. An Nahl : 125, (Serulah) manusia, hai Muhammad (kepada jalan Rabbmu) yakni agama-Nya (dengan hikmah) dengan Alquran (dan pelajaran yang baik) pelajaran yang baik atau nasihat yang lembut (dan bantahlah mereka dengan cara) bantahan (yang baik) seperti menyeru mereka untuk menyembah Allah dengan menampilkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran-Nya atau dengan hujah-hujah yang jelas. (Sesungguhnya Rabbmu Dialah Yang lebih mengetahui) Maha Mengetahui (tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk) maka Dia membalas mereka; ayat ini diturunkan sebelum diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir.
C. Politik Dakwah
            Dalam perkembangan dakwah yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab sehingga dakwahnya di Arab Saudi menjadi sukses tidaklah terlepas dari apa yang namanya persoalan politik. Walaupun hal itu hanyalah sebagai politik dari Raja Abdul Aziz yang mana hanya ingin berkuasa untuk pribadi. Namun hal itu malah menjadi dampak positif bagi dakwahnya Muhammad bin abdul Wahab yang dimana beliau menggunakan politik untuk berdakwah menyampaikan kalimat kebenaran.
Sepertihalnya suksesnya dakwah Nabi Muhammad ketika di Madinah, yang dimana beliau mampu mempersatukan kaum Muhajirin dan kaum Anshar dan yang tinggal di Madinah pun bukan hanya orang Islam tapi juga non Islam. Sehingga munculah apa yang namanya Piagam Madinah. Dan akhirnya Madinah pun menjadi negara yang paling makmur di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad.
            Dakawah politik yang sudah dicontohkan diatas sudah selayaknya menjadi contoh  bagi kita sebgai agen of change dan para pemegang kunci kekuasaan agar politik digunakan hanya ntuk menyebarkan kailmat tauhid. Oleh karena itu politik yang baik adalah politik yang bersih dan terbebas dari hal-hal kecuranagan. Karena urgensi politik didalam Islam sangat penting, salah  satu contohnya sebagai kekuatan agar kita bisa brdakwah.
4. Tidak ada paksaan didalam mendakwahkan aqidah
            Hal yang perlu diperhatikan di dalam pergerakan dakwah yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab adalah tidak adanya paksaan di dalam mendakwahkan aqidah. Artinya apa, bahwa sesungguhnya ketika kita berdakwah mengenai soal aqidah maka janganlah memaksakan kehendak orang lain untuk mengikuti apa yang kita dakwahkan. Karena karakter dan sifat orang lain itu berbeda-beda, sehingga dakwah yang kita lakukan adalah dengan cara-cara yang baik dan penuh hikmah.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 255
255. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

[161] Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.
Dalam tafsir Jalalain dijelaskan mengenai ayat ini,
(Allah, tak ada Tuhan), artinya tak ada ma`bud atau sembahan yang sebenarnya di alam wujud ini, (melainkan Dia Yang Maha Hidup), artinya Kekal lagi Abadi (dan senantiasa mengatur), maksudnya terus-menerus mengatur makhluk-Nya (tidak mengantuk) atau terlena, (dan tidak pula tidur. Milik-Nyalah segala yang terdapat di langit dan di bumi) sebagai kepunyaan, ciptaan dan hamba-Nya. (Siapakah yang dapat), maksudnya tidak ada yang dapat (memberi syafaat di sisi-Nya, kecuali dengan izin-Nya) dalam hal itu terhadapnya. (Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka), maksudnya di hadapan makhluk (dan apa yang di belakang mereka), artinya urusan dunia atau soal akhirat, (sedangkan mereka tidak mengetahui suatu pun dari ilmu-Nya), artinya manusia tidak tahu sedikit pun dari apa yang diketahui oleh Allah itu, (melainkan sekadar yang dikehendaki-Nya) untuk mereka ketahui melalui pemberitaan dari para Rasul. (Kursinya meliputi langit dan bumi) ada yang mengatakan bahwa maksudnya ialah ilmu-Nya, ada pula yang mengatakan kekuasaan-Nya, dan ada pula Kursi itu sendiri yang mencakup langit dan bumi, karena kebesaran-Nya, berdasarkan sebuah hadis, "Tidaklah langit yang tujuh pada kursi itu, kecuali seperti tujuh buah uang dirham yang dicampakkan ke dalam sebuah pasukan besar (Dan tidaklah berat bagi-Nya memelihara keduanya), artinya memelihara langit dan bumi itu (dan Dia Maha Tinggi) sehingga menguasai semua makhluk-Nya, (lagi Maha Besar).
Dalam Tafsir Fi zhilalil Qur’an dijelaskan mengenai ayat ini,
Kemudiaten ia berperang dijalan Allah. Bukannya memaksa manusia kepada aqidahnya dan pandangan hidupnya, tetapi untuk menunjukan jalan yang benar dari jalan yang sesat, dan untuk menghilangkan faktor-faktor fitnah dan kesesatan. Setelah itu biarlah manusia menentukan urusannya sendiri.
            Jika melihat kedua tafsiran ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam ayat ini seorang pendakwah hendaknya hanya menunjukkan kepada sasaran dakwah sebuah petunjuk  dari jalan kebenaran dan tidak memaksanya untuk mengikuti apa yang didakwahkan. Allah pun tidak akan memaksa seseorang untuk mengikuti jalan-Nya atau menyimpang dari jalan-Nya. Karena sesungguhnya antara yang haq dan yang bathil itu sudah jelas-jelas terlihat, tinggal bagaimana manusia mengambil sebuah pilihan.




[1] Majalah An-Najah, Wahabi Dijilat Wahabi Dihujat, edisi ke-78 (Surakarta: PT Pena Ummah 2012), hlm. 4
[2] Maryam Jamilah, Para Mujahid Agung, (Bandung : Mizan, 1993), hlm. 13-14
[3] Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 256
[4] Maryam Jamilah, Para Mujahid Agung, (Bandung : Mizan, 1993), hlm. 14-21

1 komentar:

Unknown mengatakan...

manhaj dakwah ahlussunnah waljamaah

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan