Dari Abu
Hurairah rodhiallohu ‘anhu berkata, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Janganlah kalian saling dengki, jangan saling menipu, jangan
saling membenci, jangan saling membelakangi, dan jangan kalian membeli suatu
barang yang (akan) dibeli orang. Jadilah kamu sekalian hamba-hamba Alloh yang
bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, tidak layak
untuk saling menzhalimi, berbohong kepadanya dan acuh kepadanya. Taqwa itu ada
disini (beliau sambil menunjuk dadanya 3 kali). Cukuplah seseorang dikatakan
jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim. Haram bagi seorang muslim dari
muslim yang lainnya, darahnya, hartanya, dan harga dirinya” (HR. Muslim)
Sungguh indah kiranya kita mau merenungi hadis di atas. Sebuah
hadis yang memberikan landasan bagimana kita bermuamalah kepada sesama manusia.
Begitulah kesempurnaan nikmat Islam yang telah kita dapatkan. Demi menjaga hak
antar sesame, sedemikian rupa Islam
membuat aturan hidup yang komperehensif terhadap segala aspek
pundi-pundi kehidupan.
Teringat ketika saya mengikuti pengajian di sebuah majelis ta’lim,
ketika itu ustadz dengan suara lantang mengatakan: “tahukah anda, bahwa Islam
melarang kita SMS..?” sontak saya dan kawan-kawan di sekitar saya tercengang
keheranan diliputi rasa penasaran. Ada pula teman saya yang spontan gugup
sambil memasukkan hand phone ke sakunya karena merasa tersinggung. Kami kira
Ustadz itu tersinggung dan marah melihat kami yang sedang mendengarkan
ceramahnya sambil SMS’an. Apa gerangan yang dimaksud Ustadz dalam ceramah itu
melarang kita SMS..? kemudian ustadz itu melanjutkan penjelasanya:
“Sudara-saudara, SMS yang saya maksud adalah Susah Melihat orang Senang, dan
Senang Melihat orang Susah.” Seketika itu kami tertawa sambil mengangguk
membenarkan apa yang diucapkan Ustadz itu. Lega rasanya, kirain ustadz itu
marah kepada kami.
Larangan
tersebut telah ditegaskan dalam firman Allah swt yang artinya:
"Sesungguhnya
kaum mu'minin itu adalah sebagai orang-orang yang bersaudara." (al-Hujurat: 10)
"Sesungguhnya
orang-orang yang senang kalau perbuatan keji tersiar di kalangan orang-orang
yang beriman, maka orang-orang yang sedemikian itu akan memperoleh siksa yang
pedih di dunia dan di akhirat." (an-Nur: 19)
Juga di
dalam sebuah hadist Rasulullah saw bersabda yang atrinya:
"Janganlah
engkau gembira karena adanya sesuatu bencana pada saudaramu -sesama Muslim-,
sebab jikalau engkau demikian, maka Allah akan memberikan kerahmatan kepada
saudaramu itu sedang engkau sendiri akan diberi cobaan -yakni bala'-
olehNya." (HR.
Tirmidzi).
Kata-kata itulah yang selalu terniang di hati saya.sepulang dari kajian
saya bergumam sambil merenungi kata-kata Ustadz yang diucapkan tadi. Memang
benar kata-kata singkat tadi kalau kita mau jujur merenunginya sering kali kita
mengalaminya. Astaghfirllah hal adzim.. penyakit hati yang tidak kita sadari
ini namun tahukah anda bahwa bahayanya luar biasa? Oleh karena itu setelah
beberapa waktu yang lalu saya menyampaikan dalam tulisan saya tentang “Obat
Galau Islami” bagaimana menyembuhkan penyakit yang tak kalah bahayanya itu,
saya kembali terdorong untuk menyampaikan hal ini kepada teman-teman semua
sebuah tema yang masih membahas tentang penyakit hati. Mari kita telusuri, kita
diagnose ada apa dengan penyakit yang satu ini.
Dengki
Membakar Amal
Dari Abu
Hurairah r.a., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua
pada sifat dengki -iri hati-, sebab sesungguhnya dengki itu dapat memakan
-yakni menghabiskan- kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar"
atau sabdanya: "memakan rumput." (Riwayat Abu Dawud)
Sungguh menakutkan bukan..? sebuah keterangan dalam hadis tersebut
bahwa dengki adalah dosa yang tidak main-main. Seseorang yang berbuat demikian
diancam kebaikan-kebaikanya akan terhapuskan sebagaimana api yang membakar kayu
bakar. Naudzubillah, semoga kita semua terhindar dari bahaya penyakit hati yang
satu ini. Bayangkan setelah sekian lama kita mengusahakan kebaikan-kebaikan
sebagai bekal hidup kita di akhirat tiba-tiba kita tercengang bahwa apa yang
dahulu kita usahakan telah ludes terbakar dengan amalan yang terkadang tidak
kita sadari atau kita menyepelekanya.
Hasad (iri hati) adalah sikap tidak suka melihat saudaranya mendapat
kenikmatan, baik berangan-angan hilangnya nikmat tersebut dari saudaranya atau
tidak. Hasad merupakan akhlak yang sangat tercela. Hasad di samping wujud
protes terhadap takdir, juga su’udzon kepada Alloh tatkala menganggap bahwa
nikmat tersebut tidak pantas didapat saudaranya. Sedangkan Najas
(dengki) adalah bermuamalah dengan melakukan berbagai macam tipu daya. Najas
hukumnya haram karena semestinya bermuamalah dengan saudaranya dengan muamalah
yang baik.
Menurut
Imam Al-Ghazali kedengkian itu ada tiga macam, yaitu:
1.
Menginginkan agar kenikmatan orang lain
itu hilang dan ia dapat menggantikannya.
2.
Menginginkan agar kenikmatan orang lain
itu hilang, sekalipun ia tidak dapat menggantikannya, baik karena merasa
mustahil bahwa dirinya akan dapat menggantikannya atau memang kurang senang
memperolehnya atau sebab lain-lain. Pokoknya asal orang itu jatuh, ia gembira.
Ini adalah lebih jahat dari kedengkian yang pertama.
3.
Tidak ingin kalau kenikmatan orang lain
itu hilang, tetapi ia benci kalau orang itu akan melebihi kenikmatan yang
dimilikinya sendiri. Inipun terlarang, sebab ia jelas tidak ridha dengan
apa-apa yang telah dibagikan oleh Allah.
Ketiga macam
sikap itulah yang semestinya kita hindari. Sebuah sifat yang akan melahirkan
kebencian, permusuhan, hingga peperangan. Tahukah anda bahwa dengki adalah dosa
yang pertama kali dilakukan? Sebagaimana iblis yang menaruh kedengkian terhadap
Adam hingga ia enggan bersujud karena merasa dirinyalah yang lebih berhak untuk
dimuliakan? Pembunuhan pertama kali yang dilakukan dalam sejarah kehidupan
manusia yang dilakukakn oleh Qabil terhadap Habil (keturunan pertama Adam as.)
juga merupakan sebuah tindakan yang didasari sifat dengki. Dan tahukah anda?
Bahwa perpecahan umat Islam di awal perjuangan Islam setelah berakhirnya
pemerintahan yang dipimpin oleh Rasulullah saw, kemudian Abu Bakar, berlanjut
Umar Ibn Khatab radhiyallahu anhuma hingga terbukanya pintu fitnah (peperangan)
pada masa pemerintahan Utsman Ibn Affan berlanjut pada masa Ali Ibn Abu tholib
radhiyallahu anhuma juga disebabkan rasa kedengkian yang timbul di hati
sebagian kaum Muslimin? Sehingga menyebabkan peperangan-peperangan yang terjadi
pada kaum Muslimin seperti perang siffin, perang jamal, dan sebagainya.
Sehingga
bisa disimpulkan bahwa penyakit dengki adalah penyakit hati tertua yang pernah
dilakukan dalam sejarah kehidupan manusia. Oleh karena itu, marilah kita jaga
hati-hati kita agar terhindar dari penyakit keturunan yang sangat berbahaya
ini.
Dengki yang Diperbolehkan
Sedikit lega
rasanya, setelah kita mengetahui berbagai ancaman dan bahaya-bahaya yang
ditimbulkan dari sifat dengki ini ternyata di satu sisi kita dianjurkan untuk
iri kepada suatu hal. Tentunya jenisnya berbeda. Seolah-olah bentuknya seperti
dengki. Akat tetapi sifat ini bukanlah sifat yang negative.
Sifat
tersebut dinamakan Ghibthah. Ghibthah ialah suatu kesadaran atau suatu
keinsafan yang tumbuh dari akal fikiran manusia yang berjiwa besar dan luhur.
Ia sadar dan insaf akan kekurangan atau kemunduran yang ada di dalam dirinya,
kemudian setelah menyadari dan menginsafi hal itu, lalu ia bekerja keras,
berusaha mati-matian agar dapat sampai kepada apa-apa yang telah dapat dicapai
kawannya, tanpa disertai kedengkian dan iri hati. Sekalipun ia menginginkan
mendapatkan apa yang telah didapatkan oleh orang lain, namun hatinya tetapi
bersih, sedikitpun tidak mengharapkan agar kenikmatan orang lain lenyap atau
hilang daripadanya. Manusia yang bersifat ghibthah senantiasa menginginkan
petunjuk dan nasihat, bagaimana dan jalan apa yang wajib ditempuhnya untuk
menuju cita-citanya itu. Jadi ghibthah bukan sekali-kali dapat disamakan dengan
dengki. seorang yang luhur budi, tidak berjiwa kintel yang dapat memiliki sifat
ini. Ringkasnya apabila ia mengetahui sesuatu yang berupa kenikmatan dan
kebaikan apapun yang ada dalam pribadi orang lain, ia tidak hanya terus
berangan-angan kosong tanpa berusaha dan tidak pula mendengki orangnya, juga
tidak mengharapkan lenyapnya kenikmatan atau kebaikan tadi daripadanya, baik
dengan maksud supaya kenikmatan itu berpindah kepada dirinya sendiri atau
tidak. Sebaliknya ia makin menggiatkan usaha untuk mencapainya, bahkan kalau
dapat melebihi adalah lebih baik lagi. Ia ingin memperoleh ketinggian
sebagaimana orang lain yang dilihatnyapun belum puas sehingga berada di
atasnya, belum rela hatinya sehingga yang diperolehnya itu adalah kenikmatan
yang lebih tinggi nilainya. Ini bukan bersaing, sebab jalan yang dilaluinya
adalah wajar.
Jadi disitulah
letak perbedaan dengki yang diharamkan, dan dengki yang diperbolehkan. Semoga
Allah berkenan membukakan pintu hidayah bagi kita, menghindarkan kita dari
sifat-sifat dan bahaya kedengkian, serta mengampuni kedengkian-kedengkian yang
pernah kita lakukan baik ketika kita menyadarinya, maupun ketika kita tidak
menyadarinya. Sungguh Allahlah yang maha mengetahui, dan maha memaafkan.
Katakanlah, “Aku berlindung
kepada Tuhan yang Menguasai subuh (fajar), dari kejahatan (makhluk yang) Dia
Ciptakan, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari
kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul
(talinya), dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.” (QS. Al-Falaq 1-5)
Oleh : Muhammad Irfan
Referensi :
Imam An-Nawawi, terjemah kitab Riyadus Shalihin, Jakarta:
Pustaka Amani.
0 komentar:
Posting Komentar