Aktivitas
mulia seorang Muslim yang dicintai Allah SWT dan memiliki derajat yang tinggi
di sisi-Nya salah satunya adalah berdakwah. Allah SWT telah menyebutkan di
dalam Al-Qur’an terhadap orang-orang yang berkecipung dalam dunia dakwah adalah
sebagai orang yang paling baik perkataanya.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ
صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS Fushshilat : 33)
Sebagai
seseorang yang meneruskan tugas Nabi untuk menyampaikan risalah Islam ini
kepada seluruh umat manusia maka sudah menjadi suatu kewajiban bagi seorang
da’I untuk senantiasa menjaga etika-etika atau adab menjadi da’I agar ia dapat
menjadi teladan yang baik, karena berdakwah bukan hanya menyeru atau
menyampaikan kebenaran kepada seseorang akan tetapi haruslah pula ia bias
dijadikan teladan untuk mad’unya. Diantara etika atau adab-adab yang perlu
diperhatikan adalah :
1.
Ikhlas
Ikhlas dalam berdakwah merupakan hal utama yang harus
dimiliki seorang da’I karena ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya
suatu ibadah. Alloh Ta’ala berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا
اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا
الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”
(QS al-Bayyinah : 5)
Maka wajib bagi setiap da’i supaya mengikhlaskan dakwahnya
hanya kepada Alloh, janganlah ia beramal atas dasar riya’ (pamer agar dilihat
orang) dan sum’ah (pamer agar didengar orang), dan jangan pula untuk mengambil
dunia dan reruntuhan yang fana (tidak kekal) lagi akan lenyap. Namun hendaklah
lisannya senantiasa mengucapkan :
قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ
أَجْرٍ
“Katakanlah: Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu
dalam menyampaikan risalah.”
(QS al-Furqon : 57)
2.
Ilmu
Wajib bagi para da’i untuk menuntut ilmu yang bermanfaat,
yang diwariskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Hendaklah ia berdakwah
di atas bashiroh (keterangan yang jelas), karena Alloh berfirman di dalam
Kitab-Nya yang mulia :
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى
اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا
أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah:
Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik”. (QS Yusuf : 108)
Allah sendiri telah menetapkan di dalam kitab-Nya yang mulia
tentang pentingnya bagi para da’i untuk mempelajari ilmu syar’i, sebagaimana
dalam firman-Nya Ta’ala :
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ
لِيَنفِرُواْ كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ
لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُواْ
إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya
bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
(QS at-Taubah : 122)
Apabila Ilmu syar’i itu wajib bagi setiap muslim, hanyasaja
kewajibannya lebih ditekankan dan diharuskan lagi bagi da’i, dikarenakan
perkaranya tidak dikhususkan hanya melulu kepadanya, namun juga kembali kepada
selainnya. Oleh karena itu, seorang haruslah berupaya memahami tingkatan yang
memadai tentang hakikat Islam dan hukum-hukum syariat, sehingga manusia menjadi
yakin dengan ilmunya dan menerima dakwahnya.
3.
Mengamalkan
Ilmu
Hal ini termasuk perkara yang penting di dalam kehidupan
seorang da’i. Seorang da’i tanpa amal bagaikan seorang pemanah tanpa busur.
Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri telah mencela orang-orang yang
berupaya melakukan perbaikan terhadap manusia namun melupakan diri mereka
sendiri. Allah Ta’ala berfirman :
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ
وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُون
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian,
sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al
Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS al-Baqoroh : 44)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ
تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا
لَا تَفْعَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
(QS ash-Shaff : 2-3)
Apabila seorang da’i adalah orang yang shalih (lurus) dan
mustaqim (jujur) terhadap dirinya sendiri, maka manusia akan bersegera menerima
ucapannya dan mendengar perkataannya, serta ia akan menjadi orang yang
berpengaruh terhadap masyarakat.
4.
Mendahulukan
yang prioritas
Sesuatu yang pertama kali diserukan oleh para rasul ‘alaihim
ash-Sholatu was Salam adalah dakwah kepada aqidah shahihah, karena aqidah shahihah
merupakan pondasi. Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu
melainkan kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak)
melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku”. (QS al-Anbiya’ : 25)
Apabila aqidah telah lurus, mereka menyeru kepada
perkara-perkara agama lainnya, baik berupa perkara-perkara yang fardhu (wajib),
nafilah (sunnah), adab dan selainnya. Untuk itu wajib bagi setiap da’i supaya
mendahulukan yang prioritas di dalam dakwahnya, dan yang demikian ini merupakan
sebab-sebab diperolehkan kesukesan di dalam dakwah,
5.
Sabar
Sabar merupakan penopang yang paling kuat bagi seorang da’i
yang sukses. Seorang da’i membutuhkan kesabaran sebelum, ketika dan setelah
berdakwah. Dengan inilah Allah memerintahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam,
Ia berfirman :
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُوْلُوا
الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
“Bersabarlah kamu sebagaimana bersabarnya ulul azmi dari
para rasul.”
Sabar di dalam dakwah kedudukannya bagaikan kepala terhadap
jasad. Maka tidak ada dakwah bagi orang yang tidak memiliki kesabaran
sebagaimana tidak ada jasad bagi orang yang tidak memiliki kepala.
Seorang da’i haruslah bisa bersabar atas dakwahnya dan
terhadap apa yang ia dakwahkan, karena dakwah ke jalan Alloh adalah jalan yang
dipenuhi dengan kesukaran-kesukaran dan kesulitan-kesulitan. Seorang da’i, ia
pasti akan menghadapi berbagai bentuk gangguan, hinaan dan cercaan, apabila ia
sabar terhadapnya, maka ia adalah seorang imam yang patut diteladani, Alloh
Ta’ala berfirman :
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً
يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin
yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar dan adalah
mereka meyakini ayat-ayat kami.”
(QS as-Sajdah : 24)
Telah ada pada kekasih kita Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
uswah hasanah (panutan yang baik) bagi diri kita, beliau telah melangsungkan
dakwahnya selama 23 tahun, berdakwah menyeru kepada Allah siang dan malam, secara
diam-diam maupun terang-terangan. Namun, tidak ada satupun yang dapat
memalingkan beliau dari dakwahnya dan tidak ada pula yang dapat mengehentikan
upaya beliau.
Beliau mendapatkan berbagai kesulitan dan gangguan dari
kaumnya, sampai-sampai gigi seri beliau patah dan pipi beliau terluka serta
pedang telah dihunuskan pada dada beliau, namun beliau tetap bersabar dengan
kesabaran yang belum pernah nabi sebelum beliau mengalaminya. Beliau senantiasa
menyebarkan agama Alloh dan menegakkan jihad terhadap musuh-musuh Alloh,
bersabar atas segala gangguan yang menimpa beliau, sehingga Alloh kokohkan
kedudukan beliau di bumi dan Alloh menangkan agama beliau dari semua agama
serta Alloh menangkan umat beliau dari seluruh ummat.
6.
Berakhlak
yang baik
Siapa saja dari para da’i yang tidak berperangai dengan
akhlak yang baik, maka ia akan menyebabkan manusia lari darinya dan dari
dakwahnya. Karena tabiat manusia itu, mereka tidak mau menerima dari orang yang
suka mencela dan menunjukkan pendiskreditan terhadap mereka, walaupun yang
diucapkan orang itu adalah benar tanpa ada kebimbangan sedikitpun. Alloh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya yang mulia :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ
لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ
”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS Ali ’Imran : 159)
7.
Hikmah
Hendaklah dakwah ke jalan Alloh itu dilakukan dengan hikmah
dan cara yang baik serta penuh kelemah lembutan ketika menerangkan kebenaran,
sebagaimana firman Alloh Ta’ala :
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
”Serulah ke jalan tuhanmu dengan cara yang hikmah dan
pelajaran yang baik.” (QS an-Nahl : 125)
Apabila dakwah ke jalan Alloh dilakukan dengan sikap kasar
dan bengis, maka akan lebih banyak memadharatkan ketimbang memberikan manfaat.
8.
Penuh
Perhatian
Wajib bagi seorang da’i memiliki pengetahuan terhadap realita
di negeri yang ia berdakwah di dalamnya dan mengetahui kondisi manusia yang ia
dakwahi. Untuk itulah ia haruslah mengerti akan permasalahan-permasalahan yang
terjadi dan problematika-problematika yang tersebar di masyarakat, sehingga ia
menjadi orang yang memiliki pengetahuan yang mantap dan ia dapat memilih cara
dakwah yang tepat bagi orang yang didakwahinya dan mengetahui tema-tema
pembahasan yang penting bagi mereka.
9.
Tenang
(tidak terburu-buru) dan tatsabbut (verifikasi)
Termasuk ciri utama yang membedakan seorang da’i yang
berdakwah ke jalan Alloh Azza wa Jalla adalah, bersikap ta`anni (tenang/tidak
terburu-buru) dan tatsabbut (verifikasi/cek dan ricek) terhadap segala perkara
yang terjadi dan semua berita yang ada. Maka janganlah dia bersikap tergesa-gesa
sehingga menghukumi manusia dengan apa yang tidak ada pada mereka, yang dapat
menyebabkan dia menyesal dan bersedih hati diakibatkan sikap
ketergesa-gesaannya. Untuk itulah Alloh Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن
جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ
فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS al-Hujuraat : 6)
10. Tidak Berputus Asa
Sebagian da’i, apabila orang yang didakwahi tidak menerima
dakwah mereka, hal ini menyebabkannya menjadi putus asa dan putus harapan
sehingga ia meninggalkan dakwah. Padahal merupakan kewajiban bagi seorang da’i
untuk mengetahui bahwa kewajiban atasnya hanyalah menegakkan hujjah dan melepaskan
tanggungan (kepada Allah), sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan
berkenaan dengan suatu kaum yang mengingkari perbuatan ashabus sabt (yaitu Bani
Israil, pent.) yang buruk, Allah berfirman tentang mereka yang menyatakan :
لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللّهُ
مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُواْ مَعْذِرَةً إِلَى
رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
”Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan
membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras? mereka
menjawab: Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu,
dan supaya mereka bertakwa.” (QS al-A’raaf : 164)
أسأل
الله العلي القدير أن يوفقنا لما فيه رضاه، وأن يهدينا صراطه المستقيم، وأن يجعلنا
من العاملين بشرعه، الداعين إلى دينه على بصيرة، إنه سميع مجيب
0 komentar:
Posting Komentar