BAB I
PENDAHULUAN
Segala puji
bagi Allah yang menganugerahkan umat-Nya berbagai kenikmatan yang tiada
terhingga, terutama nikmat iman dan Islam. Shalawat sertlam semoga tercurahkan
kepada Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam, segenap keluarganya, para
sahabatnya, dan seluruh umatnya yang konsisten menjalankan risalah dakwahnya
hingga hari kiamat kelak.
Syariat
Islam merupakan pandangan hidup yang komperehensif dan integral serta sesuai
dengan fitrah manusia. Dalam konsep Islam setiap manusia yang terkena beban
(taklif) syariat berada dalam posisi yang mulia, baik pria maupun wanita.
Betapa tidak, keduanya adalah ujung tombak untuk memakmurkan bumi dan menjaga
panji tauhid yang telah Allah canangkan.
Meski
dinyatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, namun Islam
tidak serta merta menyatakan bahwa wanita adalah warga kelas dua atau
derajatnya dibawah laki-laki. Allah berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 35 yang
artinya :
“Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar,
laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk,
laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,
laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan
dan pahala yang besar”.
Terkait dengan ayat tersebut
ada tiga riwayat yang menyebabkan sebab turunnya ayat.
Imam Ahmad, Nasai, Ibnu
Jarir, Ibnu Al-Mundzir, Aththabari, dan ibnu mardawaih meriwayatkan penuturan
Ummu Salamah,
“aku
pernah bertanya”, katanya : “Wahai Rasulullah mengapa kami tidak disebut di
dalam Al-Quran sebagaimana para lelaki?” Beliau tidak menjawab pertanyaanku,
hanya saja pada suatu hari kudengar beliau membaca firman Allah : “Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan ….dst (ayat diatas).
Abd bin Humaid, Ath-Thabari,
dan At-Tirmidzi menyatakan dari Ummu Imarah Al-Anshariyah, bahwa dia menemui
Rasulullah dan berkata,
“
Kulihat semua diperuntukkan bagi laki-laki, kulih tak sekalipun perempuan
disebut”. Lalu turunlah ayat ini. Ibnu Abbas berkata, “Beberapa perempuan
menemui Rasulullah seraya berkata; ‘Wahai rasulullah kenapa laki-laki yang
beriman selalu disebut, sedangkan perempuan yang beriman tidak disebut?’,
kemudian turun ayat ini.
Ayat ini
membuktikan bahwa dalam pandangan Islam, kedudukan perempuan sama dengan
kedudukan laki-laki. Keduanya sama-sama berpeluang untuk mencapai derajkeimanan
dan keislaman yang tertinggi. Keduanya sama-sama berkesempatan untuk mendapatkan
ampunan Allah atas berbagai kesalahan yang telah mereka lakukan. Mereka juga
sama-sama berkesempatan untuk mendapatkan surga, pahala, dan kenikmatan yang
tidak terputus. Yakni jika keduya sama-sama beriman, taat dan rajin beribadah,
jujur dalam segala ucapan dan perbuatan, serta mengerjakan amal-amal shalih
yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi seluruh larangan yang telah
ditetapkan oleh Allah.
Islam
bukanlah agama yang bias gender, sejak Islam datang dimulailah proses pemulihan
posisi dan citra perempuan. Allah memerintahkan kepada manusia agar bersikap
baik pada perempuan, Allah berfirman :
“Dan
perlakukanlah mereka secara patut, kemudia bila kamu tidak menyukai mereka
(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan”. (QS. An-Nisa’ :
19).
Secara
lebih terperinci, maka disinilah pembahasan makalah ini akan disampaikan
beberapa bukti kontribusi Islam dalam peranya membela martabat harga diri kaum
wanita, yang dalam tinjauan historis, Islamlah yang sejak 14 abad yang lalu
telah menjadi pelopor gerakan persamaan gender dengan proposional sesuai dengan
porsi yang pas. Disinilah akan dibahas apa saja yang menjadi kewajiban seorang
wanita sesuai dengan perintah Allah subhanahu wata’ala sebagai Penciptanya?
Kemudian setelah kewajiban tersebut terpenuhi, kemudian apa sajakah hak-hak
yang diberikan Islam kepada kaum wanita? Tentunya dengan dalil syar’I yang
telah menjadi pedoman umat Islam, Al-Qur’an dan As-Sunnah. Insya Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kedudukan Wanita dalam Islam
Sebelum
saya uraikan hak-hak wanita dalam Islam, saya akan menjelaskan bagaimana sikap
sebagian Bangsa memandang wanita.
1. Bangsa Yunani
Memandang
wanita adalah barang yang diperjual-belikan yang tidak memiliki hak apapun,
tidak memperoleh harta warisan, dan tidak boleh mengelola harta. Socrates,
seorang filosof mengatakan “Keberadaan wanita merupakan sumber utama bagi
kehancuran dunia. Wanita ibarat pohon beracun, luarnya tampak indah, namun
ketika burung-burung pipit memakanya, mereka akan mati seketika”.
2. Bangsa Romawi
Memandang
wanita tidak memiliki ruh, tidak berharga, dan tidak memiliki hak. Slogan
mereka “wanita tidak memiliki ruh”. Oleh sebab itu, wanita pada waktu itu disiksa
dengan disiram minyak mendidih ke sekujur tubuhnya, dan diikat di tiang. Bahkan
wanita yang tak berdosa diikat pada ekor kuda, lalu kuda dilarikan dengan cepat
sampai mereka mati.
3. Bangsa India
Mereka
membakarnya ketika suaminya meninggal.
4. Bangsa Cina
Menyerupakan
wanita dengan air yang menyakitkan yang bisa menghilangkan harta dan
kebahagiaan. Orang-orang cina berhak menjual istrinya, bahkan menimbunya di
dalam tanah dalam keadaan hidup-hidup.
5. Bangsa Yahudi
Memandang
wanita sebagai orang terlaknat, karena telah menggoda Adam hingga memakan buah
pohon kuldi, mereka juga memandang wanita haid sebagai najis yang bisa
mengotori rumah dan apa saja yang disentuh. Dan wanita juga tidak memperoleh
harta warisan dari ayahnya jika ia memiliki saudara laki-laki.
6. Bangsa Nasrani
Memandang
wanita sebagai setan. Mereka berkata, “sesungguhnya wanita tidak memiliki
hubungan dengan bangsa manusia.” Pastur
Bona Ventur berkata, “jika kalian melihat wanita, jangan kalian mengira sedang
melihat manusia atau binatang, tapi yang kalian lihat adalah setan, dan apa
yang kalian dengar sesungguhnya adalah suara setan”.
Sampai
pada pertengahan abad lalu, wanita sesuai dengan undang-undang umum Inggris,
tidak dipandang sebagai warga negara. Wanita juga tidak memiliki hak pribadi dan
hak memiliki sesuatu, bahkan terhadap pakaian yang dipakainya. Pada tahun 1576
M, parlemen Scotlandia mengeluarkan peraturan yang melarang memberi wanita
penguasaan terhadap sesuatu. Demikian juga parlemen Inggris pada massa Henry
VIII melarang wanita membaca kitab Injil karena dia dianggap najis. Pada tahun
1586 M, perancis menyelenggarakan konferensi membahas tentang wanita, apakah ia
manusia atau bukan. Akhirnya diputuskan bahwa wanita manusia, tetapi diciptakan
untuk melayani laki-laki. Undang-undang nggris sampai tahun 1809 M membolehkan
suami menjual istrinya dengan harga yang telah ditetapkan. Begitu pula wanita
dalam masyarakat Arab sangat hina dan tidak berarti, serta tidak memiliki hak,
bahkan mereka mengubur anak-anak perempuan mereka dalam keadaan hidup-hidup.
Setelah
Islam datang, semua bentuk penganiyayaan terhadap wanita dihilangkan. Dan Islam
juga menjelaskan bahwa wanita dan laki-laki adalah sama, keduanya memiliki hak
yang sama.
Allah swt berfirman:
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki
maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam
surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. (QS.
An Nisa: 124)
Rasulullah
saw bersabda:
“orang beriman yang paling sempurna
keimananya adalah yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik di
antara kalian adalah yang paling baik sikapnya terhadap istrinya” (HR. Tirmidzi).
B.
Kewajiban Setiap Wanita/Istri
1. Kewajiban Secara Umum
a. Berhijab
Mayoritas ulama telah
menyepakati dalam masalah hijab untuk wanita adalah fardhu.
Adapun dalil yang mereka kemukakan antara lain:
Wahai Nabi! Katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah
mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar
mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab : 59)
Adapun dalil
dari As-Sunnah yaitu:
“Aku pernah duduk di sisi Nabi SAW,
Aku dan Maimunah. Lalu Ibn Ummi Maktum meminta izin. Maka Nabi saw. bersabda,
“berhijablah kalian darinya.” Aku berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya dia
buta, tidak bisa melihat.” Beliau bersabda, “Apakah kalian berdua juga buta dan
tidak melihatnya?” (HR. Abû Dâwud)
Itulah dalil-dalil yang
menunjukkan wajibnya berhijab bagi wanita. Adapun perdebatan ulama’ sejak
dahulu hingga sekarang, hanya terjadi dalam masalah wajibnya menutup muka
(cadar) dan telapak tangan. Orang-orang yang mengatakan wajibnya hijab (cadar) berpendapat
bahwa aurat wanita yang meliputi seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak
tangan itu adalah di dalam shalat saja. Adapun di luar shalat mereka
berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita termasuk wajah dan kedua telapak tangan,
merupakan aurat.
Adapun kriteria jilbab
menurut Syeikh Nashiruddin Al Albani dalam bukunya yang berjudul Jilbab Wanita
Muslimah yaitu:
1)
Menutup seluruh tubuh, selain yang dikecualikan
2)
Tidak untuk berhias
3)
Kainya harus tebal, tidak tipis
4)
Kainya harus longgar, tidak ketat
5)
Tidak diberi wewangian/parfum
6)
Tidak menyerupai pakaian laki-laki
7)
Tidak menyerupai pakaian orang kafir
8)
Bulan libas syuhrah (mencari popularitas)
b. Mentaati Allah dan Menjauhi
Hal-Hal yang dilarang-Nya
Dalam perkara mentaati Allah, tidak ada dalil yang
mengkhususkan antara pria dan wanita, perintah untuk mentaati-Nya, berlaku bagi
setiap Mukmin baik pria maupun wanita. Seperti yang difirmankan Allah Subhanahu
wa ta’ala sebagai berikut:
“Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar,
laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk,
laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,
laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan
dan pahala yang besar”. (QS. Al-Ahzab : 35)
Juga di dalam sabdanya, Nabi Sholallahu’alaihi wa
sallam bersabda:
Dari Aisyah ra berkata, Rasulullah
saw bersabda apabila seorang istri menafkahkan sebagian makanan yang baik di
rumahnya maka baginya pahala atas apa yang telah dinafkahkannya juga suaminya
mendapatkan pahala dari apa yang telah diusahannya (makanan di rumah), dan yang
menjaga juga mendapatkan seperti yang lainnya dan tidak dikurangi pahalanya
sedikitpun satu sama lain (HR. Bukhari)
2. Kewajiban Sebagai Istri kepada Suami
Kewajiban
istri atas suami antara lain:
a. Menaati suami selama dalam kebenaran
Istri
taat kepada suaminya selama tidak bertentangan dengan ketaatan kepada Allah
swt.
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka) (QS. An-Nisa’ 34).
Lantaran besarnya hak suami atas istri maka Rasululah saw menyejajarkan menaati suami dengan kewajiban menunaikan rukun Islam.
Jika seorang wanita menunaikan shalat wajib, berpuasa di bulan Ramadhan, memelihara kehormatan dirinya dan menaati suaminya, maka dikatakan kepadanya, “Silahkan masuk syurga dari pintu manapun yang dia suka (HR. Ibnu Hibban, disahihkan oleh Al-Bani).
b.
Tidak
mengizinkan orang lain masuk rumahnya kecuali seizin suami
Istri tidak boleh mempersilakan
laki-laki yang bukan mahram masuk kerumahnya, sementara suaminya sedang tidak
dirumah. Rumah tangga bisa hancur karena perbuatan ini.
Tidak diperbolehkan bagi istri mempersilakan
orang lain masuk kerumahnya kecuali seizin suaminya (HR. Bukhari
dan Muslim).
c.
Tidak
keluar rumah kecuali seizin suami
Untuk
pergi keluar rumah termasuk ke mesjid istri minta izin kepada suaminya.
Jika istri salah seorang diantara kalian meminta izin untuk pergi ke mesjid maka janganlah menghalanginya (HR. Bukhari dan Muslim).
d.
Memelihara
kehormatan suaminya
Memelihara kehormatan suami dengan
menjauhi larangan Allah swt dalam hal; membuka aurat, berhias (tabarruj),
berduaan dengan laki-laki yang bukan mahram (khalwat) dan menceritakan rahasia
rumah tangganya.
e.
Melayani
suami dan mengatur rumah tangga
Kewajiban ini disesuaikan dengan
kemampuan istri, tidak membebani istri diluar batas kemampuannya karena
kemampuan wanita berbeda-beda. Suami harus bersikap bijaksana dan jika
memungkinkan membantu tugas-tugas istri seperti yang dilakukan Rasulullah saw.
f.
Mengasuh
dan mendidik anak
Mengasuh dan mendidik anak merupakan
tugas paling penting seorang Ibu, karena rumah adalah tempat awal pendidikan
anak. Seorang Ibu harus mendidik anaknya dengan Islam, menanamkan sifat mulia,
pemberani, rendah diri, sabar, ramah, memelihara kesucian dan kehormatan
dirinya, serta senantiasa taat kepada Allah swt.
Suatu kesalahan jika tugas seorang Ibu
hanya melahirkan dan membesarkan anaknya, sementara pengasuhan dan pendidikan
anak diserahkan kepada pembantu yang setiap waktu bersama anaknya.
3. Kewajiban Sebagai Ibu kepada Anaknya
Anak, sebagai darah daging kedua orang
tua, merupakan bagian yang tak
terpisahkan
dari ibunya. Anak mempunyai hak-hak yang merupakan kewajiban orang tuanya, terutama
ibunya, untuk menunaikan hak-hak tersebut. Jadi bukan hanya anak
yang mempunyai kewajiban atas orang tua, tetapi orang tua pun mempunyai
kewajiban atas anak. Secara ringkas kewajiban
orang
tua atas anaknya adalah sebagai berikut:
a. Menyusui
Wajib atas seorang ibu menyusui anaknya
yang masih kecil, sebagaimana firman
Allah subhanahu wata’ala yang artinya
Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama
dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS AI
Baqarah: 233)
b.
Mendidiknya
Mendidik anak dengan baik
merupakan salah satu sifat seorang ibu muslimah. Dia senantiasa mendidik
anak-anaknya dengan akhlak yang baik, yaitu akhlak Muhammad dan para sahabatnya
yang mulia. Mendidik anak bukanlah (sekedar) kemurahan hati seorang ibu kepada
anak-anaknya, akan tetapi merupakan kewajiban dan ?trah yang diberikan Allah
kepada seorang ibu.
Mendidik anak pun tidak
terbatas dalam satu perkara saja tanpa perkara lainnya, seperti (misalnya)
mencucikan pakaiannya atau memberslhkan badannya saja. Bahkan mendidik anak itu
mencakup perkara yang luas, mengingat anak merupakan generasi penerus yang akan
menggantikan kita yang diharapkan menjadi generasi tangguh yang akan memenuhi
bumi ini dengan kekuatan, hikmah, ilmu, kemuliaan dan kejayaan.
Berikut beberapa perkara
yang wajib diperhatikan oleh ibu dalam mendidik anak-anaknya.
1)
Menanamkan aqidah yang bersih
2)
Mengajarinya sholat
3)
Menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasulnya
4)
Mengajarkanya Al-Qur’an dan menyuruhnya untuk menghafalkanya
5)
Membuat anak-anak cinta kepada sunnah serta menyuruhnya untuk selalu
menjaganya
6)
Menanamkan kepada anak agar benci kepada bid’ah
7)
Membuat anak-anak cinta kepada ilmu syar’I dan bersabar dalam meraihnya
8)
Mengajarkan anak untuk meminta izin
9)
Menanamkan kejujuran
10) Menanamkan sifat sabar
11) Menyadarkan kepada anak tentang berharganya wahyu
12) Menanamkan sifat pemberani
13) Bersikap adil kepada anak-anaknya
C.
Hak-hak Wanita/Istri
1.
Hak Wanita sebagai Individu
Sebagai individu seorang
perempuan mempunyai hyang sama dengan laki-laki walaupun kadarnya tidak sama.
Ini sudah merupakan ketentuan Allah yang
harus diterima, karena itu merupakan kebijaksanaan Allah dalam menentukan apa yang diberikan kepada hambanya.
Di antara hak seorang perempuan sebagai
individu adalah :
a.
Hak untuk Mendapatkan Harta Warisan
Sebelum Islam datang (zaman jahiliyah) seorang
perempuan tidak mendapatkan warisan,
bahkan malah menjadi salah satu harta yang bisa
diwariskan. Setelah Islam datang harkat martabat perempuan diangkat serta memberikan kepada mereka hak untuk
mendapatkan harta warisan. Allah berfirman :
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari
harta peninggalan ibu, bapak, dan kerabatnya; dan bagi wanita ada hak bagian
dari harta peninggalan ibu, bapak, dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bagian yang telah ditetapkan”. (QS. An-Nisa’ : 7).
Ibnu Katsir berkata : Sa’id bin Jabir dan Qatadah
berkata, dahulu orang-orang musrik hanya
memberikan harta warisan untuk anak laki- laki yang sudah dewasa dan tidak
memberikan harta tersebut sedikitpun kepada anak perempuan dan anak yang masih
kecil. Oleh karena itu Allah menurunkan
ayat tersebut di atas. Yang dimaksudkan oleh ayat di atas adalah seluruh anak, baik anak laki-laki
maupun anak pmpuan, semusejajar di hadapan ketentuaokum Allah. Artinya mereka
sama-samberhak mendapatkan bagian harta warisan, walaupun bagian mereka tidak sama tergantung jauh dekatnya hubungan
mereka dengan orang yang meninggal, baik
karena hubungan kekerabatan, pernikahan,
ataupun wala’ (bekas hamba sahaya yang dimerdekakan).
b.
Hak Untuk Menuntut Ilmu
Kewajiban menuntut ilmu
adalah dibebankan kepada setiap muslim
baik laki-laki maupun perempuan tidak ada perkecualian. Allah berfirman :
“Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS.
Az-Zumar : 9).
Rasulullah bersabda : “Sebaik-baik
kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya”.
(HR. Bukhari).
Ayat dan hadits tersebut bersifat umum tidak ada dalil
yang mengkhususkan bahwa mencari ilmu itu hanya khusus untuk laki-laki. Oleh
karena itu seorang perempuan berhak untuk menuntut ilmu asal tidak menimbulkan
fitnah dan membahayakan dirinya.
c.
Hak Untuk Melakukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Hak perempuan ini dijelaskan
dalam firman Allah :
“Kamu adalah umat yang terbaik yang
diutus kepada manusia, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah hal yang mungkar” (QS. Ali Imron : 10).
Juga dijelaskan dalam sabda Nabi :
“Barang siapa melihat kemungkaran
maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan
lisannya; dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, demikian itu adalah iman
yang paling lemah”. (HR. Muslim).
Ayat dan hadits tersebut bersifat umum tidak ada
batasan terhadap perintah amar ma’ruf dan nahi mungkar itu bagi laki-laki saja.
Oleh karena itu perempuan juga mempunyai hak untuk melakukan amar makruf nahi
mungkar sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.
2. Hak Istri Atas Suaminya
Diantara hak-hak istri pada suaminya yang saya kutip dari terjemahan
kitab Suluk Al-Ukhtil Muslimah Fi Baitiha Al-Huquuq Wallahu A'lam Waajibaat
oleh Ummu Mahmud al-Asymuni, pustaka elba adalah sebagai berikut :
a.
Ridho istri
terhadap suaminya
Seorang gadis berhak untuk melihat orang yang datang
melamarnya. Diantara haknya juga adalah menerima atau menolak. Jika ia janda,
ia tetap mendapatkan hak ini juga. Sebagaimana sabda Rasulullah Sallallahu
'Alahi Wasallam
“Tidak boleh menikahkan seorang janda hingga ia diminta persetujuannya dan tidak boleh dinikahkan seorang gadis hingga diminta izinnya. Mereka bertanya : “ Ya Rasulullah, bagaimana izinnya? Rasulullah menjawab : “ Dia diam”. (HR.Bukhari dan Muslim)
b.
Menerima mahar dari
suami
Sebagaimana firman Alah Subhanahu Wata'ala :
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya” (QS. Annisa : 4)
Rasulullah juga
bersabda:
“Sesungguhnya persyaratan yang paling harus dipenuhi adalah
apa yang kamu halalkan kemaluan (mahar)” (HR.Bukhari dan Muslim)
c.
Dipergauli dengan
baik dan bersabar dengannya
Termasuk hak istri adalah suaminya memperlakukannya dengan
baik,
sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata'ala :
“Dan
bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS: Annisa : 19)
Rasulullah juga
bersabda:
“Seorang
mukmin tidak boleh membenci wanita mukminah (istrinya), jika ia tidak menyukai
darinya salah satu perilakunya, maka dia menyukai darinya perilakunya yang
lain” (HR. Muslim)
Diriwayatkan oleh
al-Imam Bukhari dari Abu Hurairah radiyallahu 'anhu, Rasulullah Sallallahu
'Alahi Wasallam bersabda :
“Berwasiatlah
kepada istri dengan kebaikan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang
bengkok, dan sesuatu yang paling bengkok dalam tulang rusuk adalah yang paling
atas. Jika kamu meluruskannya maka akan memecahkannya dan bila kamu biarkan
maka ia akan terus-menerus bengkok. Berwasiatlah kepada istri dengan kebaikan” (HR. Bukhari).
d.
Hak untuk dicumbu
dan dimanjakan
Istri berhak untuk
mendapatkan hak ini dengan syarat tidak menjatuhkan kewibawaan suami di
sisinya. Dia juga berhak mendapatkan hak bersenang-senang dengan hal yang mubah
yang bisa menyenangkan hatinya seperti tamasya atau menyaksikan pertunjukkan
yang terbebas dari hal yang dibenci oleh Allah Subhanahu Wata'ala, sebagaimana
sabda Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya dan sebaik-baik mereka adalah yang paling baik terhadap keluarganya” (HR.Bukhari dan Muslim)
e.
Cemburu yang
proporsional
Di dalam Shahihain dari Abu Hurairah radiyallahu 'anhu, bahwa
Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda :
“Sesungguhnya Alah Ta’ala cemburu dan orang mukmin juga cemburu. Kecemburuan Allah bila seorang mukmin melakukan apa yang diharamkan oleh Allah” (HR.Bukhari dan Muslim)
Cemburu yang disyariatkan syaratnya hendaknya jangan berasal dari prasangka yang mendorong untuk melakukan hal yang berlebih-lebihan dalam keraguan, mencari-cari kesalahan dan berburuk sangka, atau berusaha untuk memaksa diri mencari rahasia yang paling tersembunyi. Yang demikian itu bisa merusak hubungan dan mengotori kehidupan dan bisa mengakibatkan terputusnya hubungan.
f.
Mendapatkan nafkah
dengan adil
Allah Subhanahu Wata'ala berfirman (kepada para suami) :
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”. (QS. At- Thalaq : 7)
Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam juga bersabda:
“Satu dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang kamu berikan kepada orang miskin dan satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluarga, yang paling besar pahalanya adalah yang kamu nafkahkan untuk keluarga” (HR. Muslim)
g.
Menerima pembagian
yang adil diantara istri-istrinya
Hendaknya dia adil dalam memberikan nafkah dan bermalam, bila
ia memliki lebih dari satu istri. Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam bila
ingin bepergian untuk berperang atau yang lainnya beliau mengundi antara para
istrinya. Barangsiapa yang keluar pilihannya beliau membawanya.
h.
Mendapatkan
kepuasan batin
Istri berhak mendapatkan kepuasan itu. Di dalam hadits yang
shahih disebutkan:
“Pada
budh’ (hubungan dengan istri) salah seorang diantara kalian adalah shadaqah” (HR.Muslim)
i.
Penjagaan dan
bimbingan agama dengan baik
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata'ala :
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya” (QS. Thaha : 132)
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS. At-Tahrim : 6)
Suami wajib mengajari istrinya tentang agama atau mengizinkannya untuk menghadiri majlis ilmu.
3.
Hak Ibu atas
Anaknya
Kemuliaan seorang wanita/ibu dalam Islam, tidak hanya didapatkan dari
hak wanita sebagai Istri atas Suaminya saja. Akan tetapi, Islam juga telah
mewajibkan seorang anak untuk menghormati Ibunya,bahkan tiga kali lipat dari
menghormati ayahnya. Sesuai dengan hadis berikut ini,
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
“Datang seseorang kpd Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata,
‘Wahai Rasulullah, kpd siapakah aku hrs berbakti pertama kali ?’ Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut kembali
bertanya, ‘Kemudian siapa lagi ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
‘Ibumu!’ Ia berta lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, ‘Ibumu!’, Orang tersebut berta kembali, ‘Kemudian siapa lagi,
‘Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Bapakmu’ “(HR. Bukhari (AL-Ftah 10/401) No. 5971, Muslim 2548)
Di dalam surat Al-Ahqaf ayat 15 Allah Subhanahu wa
Ta’alaa berfirman :
Kami perintahkan kpd manusia supaya beruntuk baik kpd
kedua orang tuanya, ibu mengandung dgn susah payah, dan melahirkan dgn susah
payah (pula). Mengandung sampai menyapih ialah tiga puluh bulan, sehingga
apabila dia telah dewasa dan umur sampai empat puluh tahun ia berdo’a, “Ya
Rabb-ku, tunjukkilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yg telah Engkau berikan
kpdku dan kpd kedua orang tuaku dan supaya aku dpt beruntuk amal yg shalih yg
Engkau ridlai, berilah kebaikan kpdku dgn (memberi kebaikan) kpd anak cucuku. Sesungguh aku bertaubat kpd Engkau dan sesungguh aku
termasuk orang-orang yg berserah diri”. (QS. Al-Ahqaf : 15)
Ukuran
terendah mengandung sampai melahirkan ialah 6 bulan (pada umum ialah 9 bulan 10
hari) di tambah 2 tahun menyusui anak jadi 30 bulan, sehingga tidak bertentangan dengan surat
Lukman ayat 14. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir]
Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga
macam kepayahan, yang pertama ialah hamil kemudian melahirkan dan selanjut
menyusui. Karena itu kebaikan kepad ibu tiga kali lebih besar dari pada kepad bapak.
D.
Dakwah Kepada Wanita/Ibu
Setelah kita mengetahui karakteristik wanita, maka Islam pun telah
memberikan panduan-panduan dalam memperlakukan wanita. Antara lain:
1. Berbuat adil
Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan pergaulilah
kaum wanita itu dengan baik-baik."
(an Nisa': 19)
"Dan engkau semua tidak akan dapat
berbuat seadil adilnya terhadap kaum wanita itu, sekalipun engkau semua sangat
menginginkan berbuat sedemikian itu. Oleh sebab itu, janganlah engkau semua
miring –terlalu condong- kepada yang satu dengan cara yang keterlaluan sehingga
engkau semua biarkan ia sebagai tergantung. Jikalau engkau berbuat kebaikan dan
bertaqwa, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang."
(an-Nisa': 129)
2.
Berhati-hati dan lemah lembut ketika memberikan wasiat/nasehat
Dari Abu Hurairah r.a., katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda: "Berwasiatlah engkau semua kepada kaum
wanita dengan yang baik-baik, sebab sesungguhnya wanita itu dibuat dari tulang
rusuk dan sesungguhnya selengkung-lengkungnya tulang rusuk ialah bagian yang
teratas sekali. Maka jikalau engkau mencoba meluruskannya, maka engkau akan
mematahkannya dan jikalau engkau biarkan saja, maka ia akan tetap lengkung
-bengkok- selama-lamanya. Oleh sebab itu, maka berwasiatlah yang baik-baik
kepada kaum wanita itu." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat kedua kitab Shahih Bukhari dan Muslim
disebutkan demikian:
Nabi s.a.w. bersabda: "Wanita
itu adalah sebagai tulang rusuk, jikalau engkau luruskan, maka engkau akan
mematahkannya, dan jikalau engkau bersenang-senang dengannya, engkaupun dapat
pula bersenang-senang dengannya tetapi di dalam wanita itu tentu ada
kelengkungannya."
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
Nabi s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya wanita itu dibuat dari tulang rusuk yang tidak akan melurus
pada suatu jalan selama-lamanya untukmu. Maka jikalau engkau bersenang-senang
dengannya, dapat pula engkau bersenang-senang dengannya, tetapi di dalam wanita
itu ada kelengkungannya dan jikalau engkau luruskan ia, maka engkau akan
mematahkannya dan patahnya itu ialah menceraikannya."
3.
Jangan mengolok-olok, dan jangan meninggalkanya ketika dia tidak
mentaati
Dari Mu'awiyah bin Haidah r.a.,
katanya: "Saya bertanya: "Ya Rasulullah, apakah haknya istri seorang
suami dari kita itu atas suaminya?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu
hendaklah engkau memberi istri makan, jikalau engkau makan, engkau memberi
pakaian ia jikalau engkau berpakaian, jangan memukul wajahnya, jangan
mengolok-oloknya, juga jangan meninggalkan ia -ketika tidak taat pada suaminya,
kecuali dalam rumah saja -yakni dalam seketiduran.
Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan ia berkata:
"Arti laatuqabbih: jangan
mengolok-oloknya yaitu jangan mengucapkan: Semoga Allah memburukkan
engkau."
4.
Jangan melakukan
kekerasan
Dari Iyas bin Abdullah bin Abu
Dzubab r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau
semua memukul hamba-hamba Allah yang perempuan -maksudnya suami jangan memukul
istrinya." Umar r.a. lalu datang kepada Rasulullah s.a.w. lalu bersabda:
"Para istri itu berani menentang pada suami-suaminya." Oleh sebab itu
beliau s.a.w. memberikan kelonggaran untuk memukul mereka -yang tidak keras
sampai menyakitkan. Selanjutnya beberapa kaum wanita sama berkeliling
mendatangi keluarga Rasulullah untuk mengadukan para suaminya -karena ada
beberapa istri yang dipukul suaminya. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Benar-benar telah berkeliling beberapa kaum wanita mendatangi keluarga
Muhammad untuk mengadukan perihal suami-istrinya. Maka bukannya suami-suami
yang sedemikian itu yang termasuk orang-orang pilihan diantara engkau semua
-kaum mu'minin." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan sanad shahih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedudukan wanita
dalam Islam sebagai ajaran yang sempurna untuk seluruh umat manusia ini telah
membuktikan bahwa Islam meninggikan derajat wanita. Islam telah menyeimbangkan
kewajiban serta hak yang masing-masing telah diatur secara proposional. Antara
lain:
1.
Kewajiban secara umum meliputi kewajiban berjilbab, dan kewajiban
mentaati Allah serta menjauhi laranganya.
2.
Sedangkan kewajiban secara khusus, dibagi dalam lingkup
a.
Kewajiban sebagai Istri kepada suami. Antara lain:
1)
Menaati
suami selama dalam kebenaran
2)
Tidak
mengizinkan orang lain masuk rumahnya kecuali seizin suami
3)
Tidak
keluar rumah kecuali seizin suami
4)
Memelihara
kehormatan suaminya
5)
Melayani
suami dan mengatur rumah tangga
6)
Mengasuh
dan mendidik anak
b. Kewajiban Sebagai Ibu kepada Anaknya
1) Menyusui
2) Mendidiknya
3. Adapun hak-hak yang diberikan kepada wanita adalah
sebagai berikut:
a. Hak wanita sebagai individu yaitu:
1)
Hak untuk mendapatkan harta warisan
2)
Hak untuk menuntut ilmu
3)
Hak untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar
b.
Hak istri atas suaminya
1)
Ridho istri
terhadap suaminya
2)
Menerima mahar dari
suami
3)
Dipergauli dengan
baik dan bersabar dengannya
4)
Hak untuk dicumbu
dan dimanjakan
5)
Cemburu yang
proporsional
6)
Mendapatkan nafkah
dengan adil
7)
Menerima pembagian
yang adil diantara istri-istrinya
8)
Mendapatkan
kepuasan batin
9)
Penjagaan dan
bimbingan agama dengan baik
c.
Hak sebagai ibu
atas anaknya
4.
Dakwah kepada
wanita, istri, dan ibu
Islam mengajarkan agar memperlakukan wanita dengan baik, serta melarang
kekerasan atasnya. Dalam kaitanya dengan dakwah, maka seorang pria dituntut
untuk
5.
Berbuat adil
6.
Berhati-hati dan lemah lembut ketika memberikan wasiat/nasehat
7.
Jangan mengolok-olok, dan jangan meninggalkanya ketika dia tidak
mentaati
8.
Jangan melakukan
kekerasan
DAFTAR PUSTAKA
1.
Syeikh Abdul
Ghaffar Hasan, Hak dan Kewajiban Wanita
dalam Islam, Maktabah Raudhoh Al-Muhibbin, http://www.raudhatulmuhibbin.org,
Maret, 2009.
2.
Aep Saepulloh
Darusmanwiati, Serial Fiqh Munakahat V:
Hak dan Kewajiban Suami Istri, www.indonesianschool.org.
3.
Dr. Abdullah H.
al-Kahtany, Hak-Hak Wanita; Sebuah
Tinjauan Sejarah, www.raudhatulmuhibbin.org.
4.
Muhyiddin Yahya bin
Syaraf Nawawi, Hadis Arba’in Nawawiyah,
www.islamhouse.com.
Ummu Muhammad, Peran Wanita dalam Islam,
4 komentar:
Alhamdulillahsangat baik dan manfaat banget, kita makin mengerti tentang makna hidup ber rumah tangga
mas Muhammad Irfan kami ikut sharrr
izin share ya......
izin share,
mudah mudahan barokah
Posting Komentar