Jakarta—Polisi
yang bekerja sama dengan Komnas HAM dan LSM KontraS melakukan penggrebekan dan
penyegelan terhadap pabrik kuali di Tangerang. Buruh yang bekerja di pabrik itu
diperlakukan layaknya seorang budak. Mereka tak bisa keluar, disekap di dalam
pabrik.“Selama
bekerja sejak Januari hingga April tidak pernah ganti baju, tidak dibayar dan
dikurung di dalam pabrik,” ujar Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila, Sabtu (4/5). Polisi
melakukan penggrebekan terhadap pabrik tersebut pada Jumat (3/5) siang. Dari
penggrebekan itu, polisi menemukan 46 buruh yang disekap.
(Bernas, edisi 5 Mei 2013)
Mengerikan.
Negeri yang nyaman, damai, ramah di kata orang kini menjadi sebuah negeri
layaknya sebelum era kemerdekaan. Kekejaman, kekerasan sepertinya sudah menjadi
warna dalam keseharian. Belum lama kasus demi kasus kekerasan mewarnai kancah
kehidupan panggung sosial, di era kebebasan hak asasi manusia sedang di
elu-elukan, di jaman 67 tahun pasca Soekarno memproklamirkan kemerdekaan
Indonesia, belum lama juga beberapa hari yang lalu SBY memberikan kado istimewa
bagi para buruh dengan diresmikanya hari buruh sebagai hari libur nasional,
faktanya Indonesia masih menyisakan kasus perbudakan layaknya di jaman
kolonial.
Memang
tidak bisa disalahkan, demi uang terkadang nyawa dipertaruhkan. Demi sesuap
nasi, terkadang harus mengorbankan harga diri. Begitulah yang dinamakan
kerasnya kehidupan. Lagi-lagi dengan alasan ekonomi putra bangsa harus
dikorbankan. Berharap mendapatkan gaji 700 ribu yang dijanjikan, justru
penyiksaan yang didapatkan. Bagi mereka mungkin gaji 700 ribu amatlah berarti.
Di saat biaya hidup yang semakin melonjak, disela-sela penggodokan kebijakan
kenaikan harga BBM yang belum juga matang. Persaingan dalam dunia kerja semakin
ketat yang tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, terkadang
menuntut seseorang untuk mengambil keputusan cepat dalam memilih pekerjaan
tanpa lagi mempertimbangkan aspek kelayakan.
Beginilah
ketika sifat kemanusiaan hilang dari jiwa seseorang. Seberapa pun tegasnya
aturan tak lagi dihiraukan. Menjalani hidup tak lagi didasari kepada rasa
takut. Jangankan undang-undang KUHP yang kemudian dilanggar, lebih-lebih lagi
aturan Allah yang hanya jadi cibiran. Betapa kejamnya, sebuah perusahaan dengan
50 lebih karyawan dipekerjakan dengan cara perbudakan. Disiksa, dirampas semua
hak-hak asasinya. Padahal sudah cukup lama Islam hadir sejak 14 Abad yang lalu
dengan tegas menghilangkan praktik perbudakan. Islam mengajarkan bagaimana
memperlakukan sesama manusia dengan memberikan hak-haknya. Tak luput juga dalam
masalah mempekerjakan sesorang. Bagaimana tidak, jaminan kesejahteraan bagi
seorang pekerja telah ditegaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang artinya, “Berikanlah upah
kepada pekerja sebelum keringatnya kering.”
Sebesar
apapun kasus yang telah terjadi, tentunya tidak ada gunanya untuk terus kita
ratapi. Terlalu fokus meratapi masalah yang telah terjadi tak akan memberikan
solusi. Akan tetapi fokus terhadap penyelesaian yang berprinsup kepada keadilan
harus segera dilakukan.
Hukum
harus tetap mempertahankan independensinya. Penegak hukum harus mengacu kepada
idealismenya. Lembaga penegak hukum harus mampu menjawab sebagaimana yang telah
disiarkan melalui media massa, jika beberapa waktu yang lalu Komisi Untuk Orang
Hilang dan Kasus Kekerasan (KONTRAS) telah mencium gelagat penegak hukum yang
membelokkan fakta, hal itu harus segera diklarifikasi dan dicari solusi
terbaiknya. Apabila KONTRAS juga mengindikasikan ada oknum aparat yang terlibat
dalanm kasus tersebut, secara tegas Kepolisian harus mengusutnya. Bagaimana
hukum bisa ditegakkan, jika oknum penegak hukumnya tidak amanah dalam tugasnya.
Kemana lagi rakyat harus memperjuangkanya.
Begitu
pula bagi seluruh elemen masyarakat. Adalah tugas bagi kita semua menciptakan
keadilan dan keamanan. Bagi orang tua, haruslah lebih berhati-hati dalam
mengawasi anak-anaknya. Berilah hak-hak mereka sebagaimana yang harus anak-anak
terima secara proposional. Kapan anak-anak harus merasakan masa-masa bermainya,
kapan anak-anak harus merasakan hak-hak pendidikanya, semua ada batasan-batasan
umur yang telah di atur. Baik dalam Undang-Undang maupun dalam aturan
agama. Tak kalah penting pula bagi
lembaga-lembaga masyarakat, harus berusaha meningkatkan
perlindungan-perlindungan sesuai dengan kewenanganya. Sehingga nasib anak
bangsa terjamin dan tak lagi menjadi korban kekerasan di negerinya sendiri.
Juga kepada para Ustadz, kyai, tokoh agama, tokoh masyarakat, marilah saling
bahu membahu mensosialisasikan ke tengah masyarakat akan pentingnya jaminan
keamanan, keselamatan, sebagaimana yang telah dijamin dalam ajaran agama.
-000-
0 komentar:
Posting Komentar