BAB 1
Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
A.
ILMU SEBAGAI OBJEK KAJIAN FILSAFAT
Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai dua macam objek kajian yaitu
objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan
sasaran penyelidikan, sedangkan objek formal adalah metode untuk memahami objek
material tersebut. Dalam filsafat, objek materialnya adalah segala yang ada,
adapun objek formalnya adalah sudut pandang menyeluruh, radikal, rasional
tentang segala yang ada.
B.
PENGERTIAN FILSAFAT ILMU
1.
Filsafat dan Hikmah
Filsafat dalam bahasa inggris, yaitu : philodophy, adapun
istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : philosophia, yang terdiri
dari dua kata : philos (cinta) atau phila (persahabatan, tertarik
kepada) dan Sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan,
pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta
kebijaksanaan atau kebenaran.
Adapun beberapa pgertian pokok tentang filsafat menurut kalangan
filsof adalah:
1.
Upaya
spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang
seluruh realitas.
2.
Upaya
untuk melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta nyata.
3.
Upaya
untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan : sumbernya, hakikatnya,
keabsahanya, dan nilainya.
4.
Penyelidikan
kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan
oleh berbagai bidang pengetahuan.
5.
Disiplin
ilmu yang berupaya untuk membantu anda melihat apa yang anda katakana dan untuk
mengatakan apa yang anda lihat.
2.
Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab: “alima, ya’lamu, ‘ilman,
dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang berarti : mengerti, memahami
benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science; dari bahasa Latin scientia
(pengetahuan), scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan
bahasa Yunani adalah episteme. Jadi pengertian ilmu yang terdapat dalam
kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode-metode tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Adapun beberapa ciri-ciri utama ilmu menurut terminology, antara
lain ialah:
1.
Ilmu
adalah sebagian pengetahuan bersifat kohern, empiris, sistematis, dapat diukur,
dan dibuktikan.
2.
Berbeda
dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu
putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang
mengacu ke objek (atau alam objek) yang sama dan saling berkaitan secara logis.
3.
Ilmu
tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran
perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis
dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4.
Di
pihak lain, yang seringkali berkaitan dengan konsep ilmu (pengetahuan ilmiah)
adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada
dasarnya harus terbuka pada semua pencari ilmu.
5.
Ciri
hakiki lainya dari ilmu ialah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu
tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur ddan tidak terarah dari banyak
pengamatan dan ide yang terpisah-pisah.
6.
Kesatuan
setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya.
Setelah dipahami pengartian filsafat,ilmu dan pengetahuan, maka
dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang
dasar-dasar ilmu.
3.
Persamaan dan Perbedaan Filsafat dan Ilmu
Persamaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut:
1. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek
selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang
ada antara kejadian-kejadian yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami
dan mencoba menunjkkan sebab-sebabnya.
3. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang
bergandengan.
4. Keduanya mempunyai metode dan sistem.
5. Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya
timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akar pengetahuan yang lebih
mendasar.
Adapun perbedaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut:
1.
Objek
material (lapangan) filsafat bersifat universal sedangkan objek material ilmu
(pengetahuan ilmiah) bersifat khusus dan empiris.
2.
Objek
formal (sudut pandang) filsafat bersifat non pragmatis, sedangkan ilmu bersifat
pragmatis, spesifik, dan intensif.
3.
Filsafat
dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi,
kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu harus diadakan riset lewat pendekatan trial
and eror.
4.
Filsafat
memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman
realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan
secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
5.
Filsafat
memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar
sedangkan ilmumenunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih
dekat, dan sekunder.
C.
TUJUAN FILSAFAT ILMU
Tujuan filsafat ilmu adalah:
1.
Memahami
unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara emnyeluruh kita dapat memahami sumber,
hakikat dan tujuan ilmu.
2.
Memahami
sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,
sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
3.
Menjadi
pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan
tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah.
4.
Mendorong
para calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan
mengembangkanya.
5.
Mempertegas
bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidk ada
prtentangan.
BAB 2
Sejarah Perkembangan Ilmu
A.
LANDASAN ILMU PADA ZAMAN YUNANI
·
Periode
filsafatYunani ini merupakan sebuah periode dimana terjadi perubahan pola pikir
manusia dari mitosentris menjadi logosentris.
·
Heraklitos
(540-480 SM) adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah philosophos.
·
Thales
(624-546 SM) filsof pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam. Ia digelari
Bapak filsafat karena dialah orang yang mula-mula berfilsafat dan
mempertanyakan “apa sebenarnya asal usul alam semesta ini?” Ia juga
mengatakanbahwa asal alam adalah air.
·
Anaximandros
(610-540 SM) mencoba menjelaskan bahwa substansi pertama bersifat kekal, tidak
terbatas, dan meliputi segalanya. Unsur pertama alam haruslah yang mencakup
segalanya dan di atas segalanya, yang dinamakan apeiron.
·
Heraklitos
(540-480 SM) melihat alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah.
·
Parmenindes
(515-440 SM) menurutnya, realitas merupakan keseluruhan yang bersatu. Tidak
bergerak dan tidak berubah.
·
Pythagoras
(580-500 SM) mengembalikan sesuatu pada bilangan.baginya tidak ada satupun yang
di alam ini terlepas dari bilangan. Semua realitas dapat diukur dengan bilangan
(kuantitas).
Setelah berakhirnya masa para filsof alam, maka muncul masa
transisi, yakni penelitian terhadap alam tidak menjadi focus utama, tetapi
sudah mulai menjurus pada penyelidikan pada manusia.
·
Protagoras
(481-411 SM). Ia menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Pernyataan ini
merupakan cikal bakal humanism. Kebenaran itu bersifat subjektif dan relative.
·
Gorgias
(483-375 SM). Menurutnya ada tiga proposisi : pertama,tidak ada yang
ada, maksudnya realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu
itu ada ia tidak akan dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu
dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
·
Socrates
berpendapat bahwa ajaran dan kehidupan adalah satu dan tidak dapat dipidahkan
satu dengan yang lainya. Oleh karena itu dasar
dari segala penelitian dan pembahasan adalah adalah pengujian diri
sendiri.
Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat
Yunani karena pada zaman ini kajian-kajian yang muncul adalah perpaduan antara
filsafat alam dan filsafat tentang manusia.
·
Plato
(429-347 SM). Menurutnya, esensi itu mempunyai realitas dan realitasnya ada di
alam idea. Kebenaran umum itu ada dan realitasnya ada di alam idea.
·
Aristoteles
(384-322 SM). Pada masa ini terjadi puncak kejayaan filsafat Yunani. Aristoteles
adalah seorang yang berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan besar
filsafat yang dipersatukanya dalam satu sistem : logika, matematika, fisika,
metafisika. Logika Aristiteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme.
Silogisme terdiri dari tiga premis:
ü Semua manusia akan mati (premis mayor)
ü Socrates seorang manusia (premis minor)
ü Socrates akan mati (konklusi)
B.
PERKEMBANGAN ILMU ZAMAN ISLAM
1.
Penyampaian Ilmu dan Filsafat Yunani ke Dunia Islam
Dalam perjalanan ilmu dan juga filsafat di dunia Islam, pada
dasarnya terdapat upaya rekonsiliasi dalam arti mendekatkan dan mempertemukan
dua pandangan yang berbeda, dengan pandangan keagamaan. Menurut C. A. Qadir,
proses penerjemahan dan penafsiran buku-buku Yunani di negeri-negeri Arab
dimulai jauh sebelum lahirnya agama Islam atau penaklukkan Timur Dekat oleh
bangsa Arab pada tahun 641 M.
2.
Perkembangan Ilmu Pada Masa Islam Klasik
Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas adalah dua tokoh yang
disebut pertama mencurahkan perhatianya pada ilmu hadis, sementara yang disebut
belakangan lebih berorientasi pada ilmu tafsir. Kedua tokoh ini sering disebut
sebagai pelopor tumbuhnya institusi keulamaan dalam Islam, sekaligus berarti
pelopor kajian mendalam dan sistematis tentang agama Islam. Mereka juga sering
disebut sebagai “moyang” golongan Sunni atau Ahl-al-Sunnah wa al-Jama’ah.
Pasca fitnah al-Kubra bermunculan berbagai aliran politik dan
teologi. Dri sini kemudian daapat dikatakan bahwa sejak awal Islam
kajian-kajian dalam bidang teologi sudah berkembang, meskipun masih berbentuk
embrio. Embrio inilah yang pada masa kemudian menemukan bentuknya yang lebih
sistematis dalam kajian-kajian teologis Islam.
Tahap penting berikutnya dalam proses perkembangan dan tradisi
keilmuan Islam ialah masuknya unsur-unsur dari luar ke dalam Islam. Sehingga
dapat ditarik sebuah hipotesis sementara bahwa pada awal Islam pengaruh
Hellenisme dan juga filsafat Yunani terhadap tradisi keilmuan Islam sudah
sedemikian kental, sehingga pada saat selanjutnya pengaruh itu pun terus
mewarnai perkembangan ilmu pada masa-masa berikutnya.
3.
Perkembangan Ilmu pada Masa Kejayaan Islam
Pada masa kejayaan Islam, khususnya pada masa pemerintahan Dinasti
Umayyah dan Dinasti Abbasiyah Ilmu berkembang sangat pesat. Perkembangan yang
sangat signifikan terus dialami hingga abad ke 18.
4.
Masa Keruntuhan Tradisi Keilmuan dalam Islam
Abad ke 18 dalam sejarah Islam adalah abad yang paling menyedihkan
bagi umat Islam dan memperoleh catatan buruk bagi peradaban Islam secara
universal. Seperti yang diungkap Lothrop Stoddard, bahwa menjelang abad ke-18,
dunia Islam telah merosot ke tingkat yang terendah. Islam tampaknya sudah mati,
dan yang tertinggal hanyalah cangkangnya yang kering kerontang berupa ritual
tanpa jiwa dan takhayul yang merendahkan martabat umanya.
C.
KEMAJUAN ILMU ZAMAN RENAISANS DAN MODERN
1.
Masa
Renaisans (Abad ke-15 - 16)
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan
perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan
dilancarkanya tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi gereja
katolik Roma, bersamaan dengan berkembangnya Humanisme. Zaman ini juga
merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri
jenius serba bisa, Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M)
dan ditemukanya benua baru (1492 M) oleh Colombus memberikan dorongan lebih
keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra Inggris, Perancis,
dan Spanyol diwakili Shakespeare, Specer, Rabelais, dan Ronsard. Pada masa itu,
seni music juga mengalami perkembangan. Adanya penemuan para ahli perbintangan
seperti Copernicus dan Galileo menjadi dasar bagi munculnya astronomi modern
yang merupakan titik balik dalam pemikiran ilmu filsafat.
2.
Zaman
Modern (Abad 17-19 M)
Setelah Galileo, Fermat, Pascal, Keppler berhasil mengembangkan
penemuan mereka dalam ilmu, maka pengetahuan yang terpencar-pencar itu jatuh ke
tangan dua sarjana, yang dalam ilmu modern memegang peranan yang sangat
penting. Mereka adalah Isaac Newton (1643-1727) dan Leibniz (1646-1716). Di
tangan dua orang sarjana inilah, sejarah ilmu modern dimulai.
3.
Ilmu yang Berbasis Rasionalisme dan Empirisme
Dengan bertambah majunya alam pikiran manusia dan makin
berkembangnya cara-cara penyelidikan pada zaman modern ini, manusia dapat
menjawab banyak pertanyaan tanpa mengarang mitos. Menurut A. Comte, dalam
perkembangan manusia, sesudah tahap mitos, manusia berkembang dalam tahap
filsafat. Pada tahap filsafat, rasio sudah terbentuk, tetapi belum ditemukan
metode berpikir sejara objektif. Rasio sudah mulai dioperasikan tetapi kurang
objektif. Berbeda dengan pada tahap teologi, pada tahap filsafat ini manusia
mencoba mempergunakan rasionya untuk memahami objek secara dangkal, tetapi
objek belum dimasuki secara metodologis yang definitive.
Berkat pengamatan yang sistematis dan kritis, lambat laun manusia
berusaha mencari jawaban secara rasional. Kaum rasional mengembangkan paham
Rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasional menggunakan penalaran
deduktif. Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata
mempunyai kelemahan, maka munculah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman
konkrit. Mereka yang mengembangkan pengetahuan berdasarkan pengalaman konkrit
ini disebut penganut empirisme.
4.
Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern
Pada zaman modern filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada
dasarnya corak keseluruhan filsafat modern itu mengambil warna pemikiran
filsafat sufisme Yunani, sedikit pengecualian pada Kant. Paham-paham yang
muncul dalam garis besarnya adalah rasionalisme, idealism, dan empirisme.
BAB 3
Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran
A.
DEFINISI DAN JENIS PENGETAHUAN
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa
inggris yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of Philosophy dijelaskan
bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is
justified true belif).
Sedangkan secara terminology akan dikemukakan beberapa
definisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa
yang diketahui atauhasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil
dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan adalah semua milik
atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses kehidupan
yang diketahui manusia secara langsung dari kesadaranya sendiri.
1.
Jenis Pengetahuan
Pertama, pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat
dikatakan dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan good
sense, karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia menerima secara baik.
Kedua, pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari
science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu
pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif.
Ketiga, pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari
pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih
menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu.
Keempat, pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh
dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mitlak dan wajib
diyakini oleh para pemeluk agama.
2.
Perbedaan Pengetahuan dan Ilmu
Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengetahuan berbeda dengan
ilmu. Parbedaan itu terlihat dari sifat sistematik dan cara memperolehnya.
Perbedaan tersebut menyangkut pengetahuan prailmiah atau pengetahuan biasa,
sedangkan pengetahuan ilmiah dengan ilmu mempunyai perbedaan yang berarti.
Dalam perkembanganya lebih lanjut di Indonesia, pengetahuan
disamakan artinya dengan ilmu. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam bahasa, pengetahuan dengan ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti
material, keduanya mempunyai perbedaan.
B.
HAKEKAT DAN SUMBER PENGETAHUAN
1.
Hakekat Pengetahuan
Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental (mental state).
Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata
lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada di luar akal. Persoalanya
kemudian adalah apakah gambaran itu sesuai dengan fakta atau tidak? Apakah
gambaran itu benar? Atau apakah gambaran itu dekat pada kebenaran atau jauh
dari kebenaran?
Ada dua teori untuk mengetahui hakekat pengetahuan itu, yaitu:
a.
Realism
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan
menurut realism adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada
dalam alam nyata (dari fakta atau hakekat).
b.
Idealism
Ajaran idealism menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang
benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah
proses-proses mental atau proses psikologis yang bersifat subjektif.
2.
Sumber Pengetahuan
a.
Empirisme
Kata ini berasal dari Yunani empeirikos, artinya pengalaman.
Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamanya. Dan
bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud adalah
pengalaman indrawi.
b.
Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pyang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manuisia memperoleh
pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
c.
Instuisi
Menurut Henry Bergson instuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman
yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan
kesadaran dan kebebasanya.
C.
UKURAN KEBENARAN
1.
Teori Korespondensi
Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat
tersebut. Dengan demikian, kebenaran epistemologia adalah kemanunggalan antara
subjek dan objek. Pengetahuan itu dikatakan benar apabila di dalam kemanunggalan
yang sifatnya intrinsic, internasional, dan pasif-aktif terdapat kesesuaian
antara apa yang ada di dalam pengetahuan subjek dengan apa yang ada di objek.
2.
Teori Pragmatis Tentang Kebenaran
Pragmatism berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan,
yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan
oleh William James di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini benar tidaknya
suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada asas manfaat.
Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika
tidak mendatangkan manfaat.
3.
Agama Sebagai Teori Kebenaran
Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas
segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia. Baik tentang alam, manusia,
maupun tentang Tuhan. Kalau ketuga teori kebenaran sebelumnya lebih
mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia, dalam agama yang
dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan.
D.
KLASIFIKASI DAN HIRARKI ILMU
Klasifikasi Al-Ghazali tentang ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyah:
1.
Ilmu Syar’iyyah
a.
Ilmu
tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul)
ü Ilmu tentang keesaan Tuhan (at-tauhid)
ü Ilmu tentang kenabian
ü Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
ü Ilmu tentang sumber pengetahuan religious. Yaitu Al-Qur’an dan
al-Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi
menjadi dua kategori
·
Ilmu-ilmu
pengantar (ilmu alat)
·
Ilmu-ilmu
pelengkap, terdiri dari : ilmu Qur’an, ilmu riwayat al-hadis, ilmu ushul fiqh,
dan biografi para tokoh.
b.
Ilmu
tentang cabang-cabang (furu’)
ü Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan (ibadah)
ü Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat:
·
Ilmu
tentang transaksi, termasuk qishas
·
Ilmu
tentang kewajiban kontraktual (berhubungan dengan hukum keluarga)
ü Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
2.
Ilmu Aqliyah
a.
Matematika
: aritmatika, geometri, astronomi dan astrologi, music.
b.
Logika
c.
Fisika
/ ilmu alam : kedokteran, meteorology, moneralogi, kimia.
d.
Ilmu
tentang wujud di luar alam, atau metafisika:
Ontologi
1)
Pengetahuan
tentang esensi, sifat, dan aktivitas ilahi.
2)
Pengetahuan
tentang substansi-substansi sederhana
3)
Pengetahuan
tentang dunia halus
4)
Ilmu
tentang kenabian dan fenomena kewalian ilmu tentang mimpi
5)
Teurgi
(nairanjiyyat). Ilmu ini menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk menghasilkan
efek tampak seperti supranatural.
BAB 4
Dasar-Dasar Ilmu
A.
ONTOLOGI
Menurut bahasa, ontology ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu,
On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
Menurut istilah, ontology ialah ilmu yang membahas tentang hakekat
yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk
jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Term ontology pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada
tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat
metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolff (1679-1754 M) membagi
metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari
ontology. Dengan demikian, metafisika umum atau ontology adalah cabang filsafat
yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala
sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi,
psikologi, dan teologi.
Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan
tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus
membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secara
khusus membicarakan Tuhan.
Di dalam pemahaman ontology dapat diketemukan pandangan-pandangan
pokok pemikiran sebagai berikut:
1.
Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan
itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakekat saja sebagai
sumber yabg asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Paham ini
kemudian terbagi dalam dua aliran:
a.
Materialism
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi
bukan rohani. Aliran ini juga disebut dengan naturalism. Menurutnya bahwa zat
mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang
lainya, jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri.
Jiwa tau ruh hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran
dengan salah satu cara tertentu.
b.
Idealism
Sebagai lawan materialism adalah aliran idealism yang dinamakan
juga dengan spiritualisme. Idealism berarti serba cita, sedang spiritualisme
berarti serba ruh.
Idealism diambil dari kata “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu
semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis denganya, yaitu sesuatu yang tidak
berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari
pada penjelmaan ruhani.
2.
Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat ruhani, benda dan ruh, jasat dan spirit.
Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda. Sama-sama
hakikat, kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri,
sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam
ini.
3.
Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralism bertolak dari keseluruhan, dan mengakui bahwa segenap
macam bentuk itu semuanya nyata. Alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih
dari satu atau dua etitas.
4.
Nihilisme
Nihilism berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau
tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang
positif. Istilah nihilism diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers
and Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novel itu
Bazarov sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima
ide nihilism.
5.
Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata Agnosticisme berasal
dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya not,
Gno artinya Know.
B.
EPISTEMOLOGI
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang
berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandai-andaian, dan
dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan
yang dimiliki.
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan
lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya
adalah:
1.
Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan
hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Dan menurut
suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilmu empiris ditandai oleh metode
induktif, suatu inferensi bisa disebut induktif bila bertolak dari
pernyataan-pernyataan tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan
penelitian orang sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
2.
Metode Deduktif
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpilkan bahwa data-data
empiric diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal
yang harus ada salam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara
kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu
dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada
perbandingan dengan teori-teori lain da nada pengujian teori dengan jalan
menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori
tersebut.
3.
Metode Positivisme
Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang factual,
yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada
sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui
secara positif adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian
metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang
gejala-gejala saja.
4.
Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia
untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan
berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan
instuisi.
5.
Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab
untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun
Plato mengartikanya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang
mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik
tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
C.
AKSIOLOGI
Permasalahan utama dalam aksiologi adalah mengenai nilai. Nilai
yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika
merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan-perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai
untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia yang lain.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan
bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat
dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi
baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang
melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimiliki manusia terhadap lingkungan dan fenomena di
sekelilingny
BAB 5
Sarana Ilmiah
A.
BAHASA
1.
Fungsi Bahasa
Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah:
1)
Koordinator
kegiatan-kegiatan masyarakat.
2)
Penetapan
pemikiran dan pengungkapan.
3)
Penyampaian
pikiran dan perasaan.
4)
Penyenangan
jiwa.
5)
Pengurangan
kegoncangan jiwa.
Menurut Halliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi
bahasa adalah sebagai berikut:
1)
Fungsi
instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi
seperti makan, minum, dan sebagainya.
2)
Fungsi
regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku.
3)
Fungsi
interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan pemikiran
antara seseorang dan orang lain.
4)
Fungsi
personal: seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran.
5)
Fungsi
heuristik: penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkap tabir fenomena dan
keinginan untuk mempelajarinya.
6)
Fungsi
imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan
gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan
realita (dunia nyata).
7)
Fungsi
representasional: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan
serta menyampaikanya pada orang lain.
2.
Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Untuk dapat berpikir ilmiah,
seseorang selayaknya menguasai kriteria maupun langkah-langkah dalam kegiatan
ilmiah. Dengan menguasai hal tersebut tujuan yang akan digapai akan terwujud.
Di samping menguasai langkah-langkah tentunya kegiatan ini dibantu oleh sarana
berupa bahasa, logika matematika, dan statistika.
Sarana ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk
mengembangkan materi pengetahuan berdasarkan metode ilmiah.
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses
berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi
untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang
berlandaskan logika induktif maupun deduktif.
3.
Bahasa Ilmiah dan Bahasa Agama
Ada dua pengertian mendasar tentang bahasa agama, pertama, bahasa
agama adalah kalam Ilahi yang terabadikan ke dalam kitab suci. Kedua, bahasa
agama merupakan ungkapan serta perilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah
kelompok social.
Bahasa ilmiah dalam tulisan-tulisan ilmiah, terutama sejarah,
selalu dituntut secara deskriptif sehingga memungkinkan pembaca untuk ikut
menafsirkan dan mengembangkan lebih jauh. Sedangkan bahasa agama selain
menggunakan gaya deskriptif juga menggunakan gaya prespektif, yakni struktur
makna yang dikandung selalu bersifat impreatif dan persuasive dimana pengarang
menghendaki si pembaca mengikuti pesan pengarang sebagaimana diformulasikan
dalam teks.
B.
MATEMATIKA
1.
Matematika Sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambing-lambang matematika
bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan
kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanyalah merupakan kumpulan rumus-rumus
yang mati.
Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan. Untuk mengatasi
kekurangan yang terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling kepada matematika.
Dalam hal ini kita katakana bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk
menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa verbal.
2.
Matematika Sebagai Sarana Berpikir Deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif. Nama ilmu deduktif diperoleh
karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas
pengalaman seperti halnya yang terdapat di dalam ilmu-ilmu empiric, melainkan
didasarkan atas deduksi-deduksi (penjabaran-penjabaran).
C.
STATISTIK
1.
Pengertian Statistik
Secara etimologi, kata “statistik” berasal dari kata status
(bahasa Latin) yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa
Inggris), yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan Negara. Pada
mulanya, kata “statistik” diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan (data),
baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka
(data kuantitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi
suatu Negara.” Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistic hanya
dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif)
saja.
2.
Hubungan Antara Sarana Ilmiah Bahasa, Logika, Matematika, dan
Statiska
Ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir
induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses logika
deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam
berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam
berpikir induktif. Jadi keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat satu
sama lain.
3.
Tujuan Pengumpulan Data Statistik
Tujuan dari pengumpulan datastatistik dapat dibagi ke dalam dua
golongan besar, yang secara kasar dapat dirumuskan sebagai banyaknya kasus yang
kita hadapi. Dalam hal ini statistika memberikan jalan keluaruntuk dapat
menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian
dari populasi yang bersangkutan. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif
tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin besar
contoh yang diambil, maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan
tersebut. Sebaliknya makin sedikit contoh yang diambil, maka makin rendah pula
tingkat ketelitianya.
D.
LOGIKA
Logika adlah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan
aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar dari satu.
1.
Aturan Cara Berpikir yang Benar
Untuk berpikir baik, yakni berpikir benar, logis-dialektis, juga
dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu:
a.
Mencintai
kebenaran
b.
Ketahuilah
(dengan sadar) apa yang sedang anda kerjakan
c.
Ketahuilah
(dengan sadar) apa yang sedang anda katakan
d.
Buatlah
distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang semestinya
e.
Cintailah
definisi yang tepat
f.
Ketahuilah
(dengan sadar) mengapa anda menyimpulkan begini dan begitu
g.
Hindarilah
kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga, serta sangguplah mengenali
jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan
pemikiran (penalaran)
2.
Klasifikasi
Sebuah konsep klasifikasi, seperti “panas” atau “dingin”, hanyalah
menempatkan objek tertentu dalam sebuah kelas. Suatu konsep perbandingan,
seperti “lebih panas” atau “lebih dingin”, mengemukakan hubungan mengenai objek
tersebut dalam norma yang mencakup pengertian lebih atau kurang, dibandingkan
dengan objek lain.
3.
Aturan Definisi
Definisi secara etimologi adalah suatu usaha untuk memberi batasan
terhadap sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk memindahkanya kepada orang
lain. Dengan kata lain, menjelaskan materi yang memungkinkan sendekiawan untuk
membahas tentang hakikatnya.
Definisi mempunyai peranan penting dalam pembahasan yangberkaitan
dengan penjelasan tashawwurat dan pembatasan makna lafadz mufradah,
dan di segi lain terkait dengan pembahasan tashdiqat dan lafadz
murakkaba.
Sedangkan pengertian definisi secaraterminologi adalah sesuatu yang
menguraikan makna lafadz kulli yang
menjelaskan karakteristik khusus pada diri individu.
Definisi yang baik adalah jami’ wa mani (menyeluruh dan
membatasi). Hal ini sejalan dengan kata definisi itu sendiri, yaitu definite
(membatasi).
0 komentar:
Posting Komentar